Liburan belum habis, tapi saya sudah harus kembali ke tempat rantau karena sebuah kebodohan. masih ada sekitar 1 bulan lagi tersisa, jadi apa saja yang sudah saya lakukan selama liburan? Kalau kata anak jaman sekarang "da aku mah apa atuh" yang berasal dari bahasa Sunda, yang artinya sebenarnya saya tidak tahu pasti, tetapi, kira-kira gue mah apaan deh yang menyatakan kalau dirinya itu nggak ada apa-apanya dibandingkan sama orang lain, kasih tau saya ya kalau saya salah. Nge-scroll News Feed Facebook atau Path pasti ada saja yang posting foto entah landscape atau sekedar selfie, ada juga yang check in sana check in sini, di tempat-tempat catchy, dan tanpa sadar telah menjadi endorser bagi tempat tempat tersebut. Hari ini di Bandung, besok di Jakarta, kemudian di Malang, besoknya lagi di Bali, lalu di Gili Trawangan, sampai ke Raja Ampat. Ada yang dengan gaya Luxury Traveling, tapi ada juga yang Backpacker Traveling, semua ramai-ramai mewarnai News Feed saya.
Jalanan, Bis Kota. 19.45WIB
Malam itu, saya ada di pinggir jalan, bermandikan lampu jalanan, baru pulang berpetualang sendirian di kawasan kota tua. Dari Museum sampai ke Cafe Batavia, bertemu orang-orang baru, ngobrol sama abang yang menyewakan sepeda onthel, mendengarkan keluh kesah ibu penjual minuman, saya selalu menyukai momen-momen itu di mana saya bisa berbicara dengan orang-orang asing, tanpa sekat, hangat dan terasa akrab. Lalu, malam ini, saya menapaki jalan di kawasan Blok M, menunggu Bis yang akan menghantarkan saya ke rumah. Sesekali anak-anak punk lewat dengan wajah tangguh dan rahang yang keras, rambut merah tapi dengan sorot mata yang ramah, anak-anak ini berbeda, tapi orang-orang selalu menganggap mereka terlalu 'berbeda', apa salahnya menjadi berbeda? Saya duduk di di bangku ketiga di belakang supir, seperti biasa, di atas bangku berwarna orange yang beberapa bagian catnya mulai terkelupas. Jakarta pengap, Jakarta panas, tunggu dulu, Jakarta? Tuhkan lagi-lagi pars pro toto, yang panas kan cuma Metro Mini 69 jurusan BLOK M-Ciledug, kenapa yang dibilang panas jadi Jakarta? Padahal bisa saja di jakarta bagian entah sedang turun hujan.
Malam ini, saya mau beristirahat sejenak di dalam bis. Beristirahat bukan berarti terlelap, istirahat versi saya berarti memasang headset dan mendengar lagu-lagu syahdu nan menenangkan sambil mengamati orang-orang di sekitar saya, wajah-wajah lelah yang saya lihat, ah saya mau melihat sebongkah senyuman, adakah itu di dalam bis buluk berwarna oranye ini? Amati... Amati... Yak dapat! Senyum dari sepasang kekasih atau suami istri yang tengah bercanda di kursi pertama di depan pintu, senyum mereka seakan telah meluluhkan segala kelelahan yang memeluk raganya. Ah, indah... Lamunan saya jadi berlari kepada...
...
Taksi. Dharmais. 08. 35 WIB.
"Mama, maafkan aku ya mama
... Ma, maafkan aku"
"Iya, mama maafin"
"beneran ya ma, maafkan aku"
Si Anak seraya mengusap air matanya saat si Bunda bilang ingin memaafkannya. Cuma sepotong percakapan di sebuah Poliklinik di dalam Rumah Sakit Kanker terbesar di Indonesia, Rumah Sakit Dharmais. Pagi itu, Jakarta diguyur hujan sedari pagi. Enak sekali bisa tarik selimut dan melanjutkan berkeliling di Pulau Kapuk, tapi, tidak dengan pagi itu. Saya sudah berada di dalam taksi menuju Rumah Sakit itu. Tante saya, tengah berjuang melawan Leukimia yang dideritanya selama satu tahun terakhir. Saya masih tidak percaya sejujurnya, beliau begitu enerjik, bersemangat, hebat, a figure of a great mother ad also a carrier woman. Selama seminggu saya bertugas (sebenarnya bukan bertugas sih, tapi lebih ke... kewajiban kultural) untuk menemaninya selama masa kemoterapi yang terakhir, dan baby-sitting si kecil yang masih kelas 4 SD. tidak terasa, selama 3 minggu saya habiskan dengan kegiatan seperti ini. Yang membat hal ini menyenangkan adalah, saya jadi punya kacamata baru untuk melihat hal-hal baru yang belum tersentuh oleh saya, mencoba memahami birokrasi rumah sakit yang katanya terbesar di Indonesia, berempati kepada mereka yang tengah berjuang, dan itung-itung belajar jadi ummi-able ya dari Si Kecil.
Ekspektasi vs Realita
Sejak Satu bulan sebelum liburan, saya sudah menjadi orang yang paling berisik soal masalah homesick entah di kelas, entah di sekretariat UKM, karena sedikit-sedikit saya akan megatakan "mau pulang, kangen kurcaci" atau "mau pulang kangen masakan mama" "mau pulang bla" "mau pulang blabla" dan blablabla lainnya. Di awal liburan sebelum saya pulang ke Jakarta, saya sudah berwacana untuk ngeluyur di kota kelahiran, dari Barat ke Timur, Utara ke Selatan. ngobrol dengan orang-orang baru untuk kemudian hasilnya saya post lagi di catatan ini. Tapi ada bentuk kewajiban yang lebih penting dan harus diutamakan, in shaa Allah ikhlas, selebihnya biar Allah yang tau.
Lagi, Allah selalu tau apa yang hambaNya butuhkan, bahkan saat hambaNya tidak menyadari itu. Allah ingat apa-apa yang saya lupakan, termasuk keinginan saya untuk punya Quality Time bersama keluarga saya di 2 bulan sebelum liburan, saat saya masih hectic-hecticnya dengan urusan organisasi. Perasaannya macam-macam, dari merasa gagal menjali Long Distance Relationship karena jarang bisa mengangkat telpon Mama dan menemukan 4-5 missed calls darinya, atau gagal menjadi cucu karena sering tidak makan di rumah, atau gagal menjadi keponakan karena tidak bisa rutin kembali ke Gunungkidul ke rumah Bude, atau gagal menjadi kakak karena tidak mampu membelikan hadiah ulang tahun yang bermanfaat untuk adik, segala kegagalan yang merujuk kepada gagalnya saya membangun sebuah Quality Time bersama keluarga saat saya kuliah. Saat itulah saya bertekad, untuk hanya fokus dengan keluarga saya, keluarga besar saya, membangun quality time bersama mereka, mengganti waktu 6 bulan saya merantau dengan melepas rindu dan menjalin silaturahmi. Tapi, namanya juga manusia, impian itu berubah dengan wacana saya untuk mengisi blog dengan catatan perjalanan untuk berbagi pengalaman dan perasaan. Wahai Allah yang Maha Pembolak Balik Hati, teguhkanlah hatiku dalam agamamu.
"Birrul Walidain ya dek"
Kata kakak, mentor, teman, yang tahu saya akan pulang. Selalu mengucapkan kata-kata itu yang artinya kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya, boleh juga bilang berbakti kepada orang tua. Sesekali saya pernah menyesal, "kok liburnya udah mau selesai, gue kan belom ngapa-ngapain" tanpa sedetik pun mengingat ini adalah pertolongan dari Allah dalam memberikan kesempatan untuk saya untuk berbakti dan belajar. Namanya manusia, sering khilafnya. Itulah kenapa, manusia itu dianjurkan untuk memperbanyak istighfar, kata dosen Agama Islam saya di sebuah kuliah. Saya tidak mengatakan traveling itu sia-sia, toh itu penting juga untuk kesehatan psikis, untuk membuka cakrawala, karena sedjatinya, ilmu tidak hanya bisa di dapat di jenjang pendidian saja, bisa saja gurumu hari ini bukan dosen yang memakai jas atau sepatu pantofel yang disemir mengkilat. Siapa tahu gurumu hari ini adalah beliau yang memakai celana pendek, bau amis ikan laut, dengan sepatu boots karet dan tengah berdagang ikan hasil tangkapan. Tetapi, ternyata berada di dalam rumah pun bukan berarti membatasi kesempatan kita dalam mencari ilmu. Dari adik yang menagis, kita belajar untuk tidak justru memarahi mereka agar mereka diam, dari tante yang sakit kita belajar untuk terus semangat agar beliau juga semangat. Alhamdulillah, bisa punya Quality Time bersama keluarga, menguntai senyum di bibir mereka, bercanda bergurau mengeratkan silaturahmi yang hanya terjalin lewat Whatsapp, dan dalam hati saling mendoakan di setiap impian-impian yang dilontarkan di ruang-ruang obrolan bersama keluarga. Birrul Walidain.
...
Untuk Tante yang selalu bilang maaf karena membuat liburan saya terasa pendek..
Sesungguhnya tidak ada yang perlu dimintai maaf dari siapa kepada siapa, justru saya ingin berterimakasih atas segala ilmu yang telah diberi. Satu bulan ini, saya belajar akan syukur di setiap nafas yang diberikan-Nya, atas setiap nafas yang tidak hanya terdiri dari berkah, tetapi juga kewajiban, kewajiban untuk terus berbuat baik, untuk bersujud kepada-Nya. Juga ilmu untuk pentingnya memiliki pikiran yang positif di dalam diri, karena saat kita sendiri, kekuatan itulah yang akan membuat semangat kita kembali. Untuk semuanya, Anin mengucapkan banyak terima kasih.
...
Family's always been an open door,
just don't forget the path,
to lead you on..
Birrul Walidain :)