Untuk Kawan-kawan LDR yang luar biasa,
Untuk Yanna Uzlifa yang sudah menjadi editor untuk tulisan ini..
Mereka bilang better late than never, jadi inilah sepatah dua patah kata tentang 38 tahun Universitasku berdiri, seminggu setelah hari jadinya.
Untuk Yanna Uzlifa yang sudah menjadi editor untuk tulisan ini..
Mereka bilang better late than never, jadi inilah sepatah dua patah kata tentang 38 tahun Universitasku berdiri, seminggu setelah hari jadinya.
UNS yang sering dikira Universitas Negeri Solo atau Universitas Negeri
Surakarta, atau Universitas Negeri Sebelasmaret, atau yang paling parah,
Universitas Negeri Semarang, sebenarnya adalah Universitas Sebelas Maret.
Adalah sebuah Universitas muda yang baru saja menginjak umur ke-38 pada tanggal
11 Maret, kemarin.
Usia 38 adalah
usia di mana seseorang sudah berusia matang dan tentunya telah aktif dan
produktif dalam menelurkan karya-karyanya. Begitu juga dengan UNS di usianya
yang ke 38,
sudah banyak lulusan-lulusan yang berkiprah di berbagai bidang di Indonesia. Di
usianya yang ke 38, sudah sekitar 26% dari prodi-prodi yang ada di UNS mendapat
predikat A dan terus meningkatkan kualitasnya.
Di usia ke 38 juga Bapak Rektor mengumumkan wacana besar yang akan
digerakkan oleh UNS, yaitu pembangunan perpustakaan senilai
70 milyar,
pembangunan rumah sakit UNS serta peningkatan tunjangan
dosen non PNS agar lebih setara dengan dosen PNS.
Pada Dies
Natalis ke-38 ini UNS mengusung tema “Akselerasi Peran UNS Dalam Menyongsong Era
Asia.” Tema tersebut memiliki arti tersendiri bagi
beberapa mahasiswa yang Rabu itu berkumpul untuk sekedar ngobrol dan menuangkan gagasan-gagasannya tentang UNS saat ini dan
ke depannya. Beberapa orang menganggapnya sebagai sebuah kemunduran karena
jelas sebelumnya UNS telah mengusung tema yang bertajuk “Akselerasi Internasionalisasi Melalui Pemberdayaan Keunggulan UNS”. Internasionalisasi yang berkonotosi kepada
cakupan yang luas kepada seluruh dunia kini disempitkan lagi menjadi kawasan
Asia. Hal ini dianggap bukan lagi sebuah kemunduran karena, dengan fokus
terhadap detail-detail yang ada di regional Asia diharapkan kondisi kita sudah
benar-benar prima dan siap untuk hadir di kancah internasional dan benar-benar
pantas berpredikat “World Class University”. Selain itu, Asia kini tampil
sebagai naga yang mulai bangun dari tidur panjangnya dan mulai memperlihatkan
kekuatan-kekuatannya yang kini terpendam baik dari segi ekonomi, budaya ataupun
politik. Kawasan Asia menarik banyak perhatian dunia Barat dikala dunia Barat
tengah dilanda kebingungan lantaran ekonomi yang anjlok, perekonomian Asia
tetap memperlihatkan kestabilannya. Asia dinilai sebagai belahan dunia lain
yang akan tampil sebagi role model bagi negara-negara lainnya sehingga jika kita
mulai serius untuk memperbaiki hal-hal yang terdapat di sekitar kita di kawasan
Asia, justru akan memperkuat posisi Indonesia kelak, dan tentu saja tujuan
akhirnya adalah menjadikan UNS sebagai kampus yang menjadi role model bagi
kampus-kampus di kawasan ASIA lainnya yang melahirkan akademisi-akademisi
dengan kualitas nomer satu yang turut berperan aktif dalam membangun negara.
Refleksi 38 Tahun UNS
Mari kita lihat dari sisi birokrasi yang ada di jajaran
pusat hingga ke jajaran terbawah. Ada sebuah ketidaksinkronan antara birokrat
satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang akhirnya membuat suatu perdebatan,
misskomunikasi ataupun missunderstanding yang membuat mahasiswa-mahasiswa
maupun jajaran dosen ataupun staff kekurangan informasi contohnya saja seputar
beasiswa ataupun event-event kampus lainnya. Sebagai contoh kecil adalah saat
diadakan upacara dies natalis ke-38, ada beberapa jurusan yang meliburkan
kegiatan perkuliahan hingga pukul 12.00 WIB, namun ada pula yang tetap
melakukan kegiatan perkuliahan. Hal tersebut terjadi karena adanya suatu alur
birokrasi yang ruwet dan tidak tegas dalam penyampaian informasinya. Sehingga
sudah seharusnya diberikan suatu garis komando yang jelas dan tegas dari
rektorat hingga staff terbawah untuk melaksanakannya. Namun, dari segi
birokrasi juga mengalami peningkatan dalam hal pengisian KRS bagi setiap
mahasiswa di awal semester. Sistem terbaru yang digunakan UNS adalah
memungkinkan mahasiswa untuk mengisi KRS secara online, hal ini tentu sangat
membantu mahasiswa daripada harus mengisi KRS secara manual. Ini menjadi sinyal
bahwa UNS tengah menyiapkan diri untuk menjadi salah satu Universitas yang
diperhitungkan di wilayah Asia, sebagai universitas yang berbasis teknologi.
Kemudian mengenai branding yang selama ini diciptakan
oleh UNS. Tanpa maksud merendahkan pihak manapun, saya ingin bertanya, apa yang
tercetus di benak anda saat mendengar kata UNS? Anda bisa menanyakan
teman-teman anda tentang pertanyaan tersebut, kemudian dengarkan jawaban-jawaban
mereka. Adakah salah satu diantara mereka yang menyebutkan tentang salah satu
hal yang erat kaitannya dengan kampus kita? Akronim UNS yang selalu diartikan
sebagai Universitas Negeri Solo atau bahkan Universitas Negeri Semarang
sesungguhnya merupakan sebuah arti bagi kita bahwa branding UNS di tengah
masyarakat kurang begitu terpatri sehingga, bahkan kesalahan dalam menyebut
kepanjangan dari UNS pun terjadi. Dalam hal ini, pihak kampus yang senantiasa
dibantu oleh jajaran staf serta mahasiswa seharusnya membuat sesuatu entah itu
berupa tempat atau ikon yang akan mengingatkan siapa saja yang melihat atau
mendengarkannya pada UNS itu sendiri. Ambil contoh saat kita mendengar tentang “Perpustakaan
Terbesar Se-Asia Tengggara” kita akan teringat tentang Universitas Indonesia di
Depok, atau saat kita mendengar “Graha Saba Pramana” maka kita akan teringat
Universitas Gajah Mada di Yogyakarta. Lalu bangunan atau kegiatan atau ikon apa
yang telah kita buat yang mampu mengingatkan kita pada UNS? Ini tentunya
merupakan sebuah "PR" yang harus dituntaskan oleh Warga UNS. Bagaimana caranya membangun sebuah brand
untuk UNS agar UNS dapat lebih melesat namanya dan kejadian salah sebut nama
tidak akan terulang lagi.
Selanjutnya mengenai keberlanjutan progaram Green Campus
yang kurang lebih telah dicanangkan UNS selama 1 tahun terakhir. Dari boulevard
sudah terlihat betapa rindang dan nyamannya UNS dengan pohon-pohon Angsana yang
ada di sisi-sisi jalan. UNS dengan Ruang Terbuka Hijau lainnya memang memberikan
pandangan tentang kampus hijau yang ramah lingkungan. Sebelumnya saya ingin
bercerita tentang pengalaman saya mengikuti suatu kegiatan di Auditorium. Satu
waktu saat saya ingin membuang sampah permen dan gelas air mineral, saya tidak
menemukan satu pun tempat sampah di sekitar saya. Hingga akhirnya saya harus
mengelilingi Auditorium hanya untuk menemukan tempat sampah, walau sebenarnya
bisa saja saya membuang sampah saya di dalam tas seperti biasa, namun, kali ini
saya juga penasaran, ingin menghitung ada berapa tempat sampah di auditorium
sebuah kampus yang melabel dirinya sebagai Green Campus. Sungguh ironis saat
saya harus bersusah-susah menemukan tempat sampah di sekitar auditorium, sementara
UNS sendiri memiliki titel sebagai kampus yang ramah lingkungan. Apakah dengan budget setahun yg berlimpah seperti itu, UNS
sampai-sampai tidak bisa mengakomodir tempat sampah di setiap sudut, yang per satuannya
hanya berapa ribu perak? Ya, contoh sepele seperti langkanya tempat sampah,
atau penggunaan AC yang memang
merupakan fasilitas di setiap ruangan kegiatan perkuliahan yang bahkan
penggunaannya sudah jauh dari konsep ramah lingkungan itu sendiri. Sehingga
muncul kembali pertanyaan dalam diri kita, pantaskah kampus kita disebut sebagai Green Campus? Walaupun
tidak bisa dipungkiri, pencanangan UNS sebagai Green Campus juga merupakan suatu
kemajuan yang pesat dari perkembangan UNS sebelumnya, seperti pengadaan trotoar
untuk pejalan kaki dan tempat sampah di sepanjang tortoar tersebut. Namun,
dengan kemajuan-kemajuan tersebut jangan sampai membuat kita bangga hingga lupa
untuk terus meningkatkan kualitas kampus dan sumber dayanya. Karena berkaca
kepada kampus tetangga, Universitas Diponegoro, sejak dicanangkannya
Universitas tersebut sebagai Green Campus yang waktunya hampir bersamaan dengan
UNS, ternyata sekarang telah mengalami peningkatan menjadi Riset Univesity.
Lalu bagaimana dengan UNS?
Selain itu,
pengoperasian Bis Kampus yang belum begitu efektif karena banyak dari warga
kampus yang menggunakan kendaraan bermotor. Sementara itu lahan UNS yang tidak stabil masih menjadi alasan pertama mengapa
mahasiswa merasa malas untuk berjalan kaku ataupun naik sepeda. Sehingga
cita-cita pengadaan “bicycle station” bagi para mahasiswa yang ingin menggunakan
sepeda sebagai alat mobile di UNS juga sedikit terhambat. Di sinilah peran
mahasiswa dan rektorat untuk terus berinovasi agara cita-cita ini dapat
terealisasikan.
Sampai saat ini,
saya juga melihat kurangnya dukungan kampus terhadap komunitas-komunitas kampus
yang bergerak pada sektor lingkungan. Sehingga
komunitas-komunitas tersebut dapat lebih terakomodasi dan dapat lebih berkembang dan membawa nama baik untuk
UNS.
Penutup
Pada akhirnya segala bentuk tujuan yang ingin kita capai
ataupun segala bentuk refleksi yang kita lakukan guna mengevaluasi
program-program yang sudah berjalan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya
semangat untuk merealisasikannya. Selain itu, untuk merealisasikan harapan yang
tergambar pada tema yang diusung, yaitu “Akselerasi
Peran UNS
Dalam Menyongsong Era Asia” tidak hanya diperlukan pembangunan
di bidang infrastruktur saja, namun juga pembangunan karakter dan peningkatan
sumber daya manusia yang dimiliki oleh UNS. Dengan mimpi besar dan semangat
membangun dengan memberi solusi dan tak hanya sibuk mengkritisi, saya optimis
akan kemampuan UNS untuk berlaga di kancah Asia bahkan Internasional sehingga
UNS dapat menjadi pusat penelitian-penelitian berpengaruh di dunia lahir serta
menjadi kiblat baru dari kawasan Asia.
No comments:
Post a Comment