“Lebih
baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan…”
Begitu kata Pak Anies Baswedan, semoga
tidak salah kutip.
Cita-cita saya semasa SMA
dulu memang jadi salah satu mahasiswa FISIP. Tidak menyangka hal tersebut
menjadi kenyataan sekarang. Kurang lebih setahun yang lalu, waktu saya masih
disuruh bawa notebook yang saya buat sendiri dengan kertas buram dan kardus air
mineral, rok hitam dengan atasan putih, dan segala hal lainnya saat mengikuti
OSMARU FISIP 2013, saat itu saya juga membawa banyak sekali ekspektasi tentang
FISIP di mana saya akan menimba ilmu selama (semoga) 3,5 tahun mendatang.
Pupus
Macam lagunya Dewa waktu
Once belum memutuskan untuk hengkang dari band legendaris itu. Harapan saya
pupus begitu saja saat saya mulai masuk ke dalam FISIP. Salah satu teman
diskusi mengatakan, “Dulu ayat pertama dalam Al-Quran yang turun apa? Iqro!
Bacalah! Tapi apa yang harus dibaca saat tidak ada, lalu apa yang bisa dibaca?
Jawabannya adalah keadaan. Kita harus membaca keadaan yang ada di sekitar kita.
Itulah Iqro.” Saya belajar membaca lagi selama di FISIP, belajar membaca karakter
mahasiswa yang ada di dalamnya, situasi kulturalnya, hubungan UKM-UKM di
dalamnya, pemenuhan sarana dan prasarananya, sampai ke (kabar) Keluarga
Mahasiswanya. Saya sebagai mahasiswa sebenarnya kecewa akan hasil bacaan saya,
memang belum sampai di ending, tapi, cukup tragis untuk sebuah Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik yang atmosfer di dalamnya jauh dari nuansa nama
fakultasnya. Jangan sampai tahun depan fakultas ini ganti nama jadi Fakultas
Ilmu Santet dan Ilmu Perdukunan karena jauhnya masyarakat FISIP saat ini dari
ranah sosial atau politik.
FISIP itu ...
FISIP itu macan ompong. Idealnya, FISIP sebagai Fakultas
yang mempelajari ilmu-ilmu sosial dan ilmu politik, kajian-kajian yang
dikeluarkan, kemudian suara mahasiswanya mampu dijadikan rujukan atas fenomena-fenomena
sosial yang terjadi saat ini. Namun, kenyataannya gaungnya pun belum juga
terdengar, jangankan sampai ke FISIP di universitas lain, di kandang sendiri,
sudahkah?
FISIP seperti macan. Ya,
saya tidak salah sebut, macan. Dengan potensi-potensinya, FISIP sangat
potensial untuk menjadi suatu fakultas yang besar dan sangat kontributif, namun
potensi hanyalah sekedar potensi tanpa adanya tindak lanjut, tanpa adanya
kesamaan haluan gerak, tanpa adanya semangat yang sama untuk bangkit dan
berkarya.
Saya memilih menyalakan lilin.
Siapalah saya menulis tentang FISIP? Anak baru kemarin sore, datang-datang
tanpa tedheng aling-aling langsung
mengkritik suatu instansi. Tetapi itulah manusia, selalu lebih mudah mencacat
sesuatu daripada terjun langsung ke lapangan membenahi apa yang tidak sesuai.
Sama halnya seperti mahasiswa yang dengan mudahnya mengutuk setiap keburukkan,
tapi tak ada aksi nyata untuk paling tidak sedikit perubahan. Sama seperti mahasiswa
yang suka mengatakan FISIP apatis tapi lupa menanyakan pada diri sendiri, “lo udah bener-bener terjun langsung ‘ke
situ’ belom bro?”
Hidup adalah pilihan, maka saya memilih untuk menyalakan lilin dan mulai
menerangi satu titik yang akan disambut oleh lilin-lilin lain oleh teman-teman
yang punya harap dan semangat. Saya memilih untuk menyumpal cacat demi cacat
yang mereka berikan dengan aksi nyata yang akan saya berikan.
Mahasiswa tanpa tulisan sesungguhnya bisu.
Mahasiswa tanpa aksi sesungguhnya mati−Anindya
Seperti film Lord of The Rings Trilogy, saat Gandalf mencoba menyatukan Middle’s Earth saat pemimpinnya memiliki rasa pesimis untuk meminta bantuan. Di bantu oleh Merry, ia menyalakan api untuk memberi sinyal meminta bantuan kepada seluruh kerajaan. Pada salah satu
scene-nya, ada saat di mana menara yang berguna untuk meminta bantuan kepada
kerajaan-kerajaan lain di waktu yang darurat itu, kayu-kayunya dibakar,
kemudian disambut oleh kerjaan-kerajaan yang melihatnya dengan melakukkan hal
yang sama, sebagai tanda bersedia untuk membantu.
Itulah FISIP saat ini, Mas Aji Nugroho, Kak Triana Rahmawati, Mbak Nanik
Lestari, Mbak Juwita dan jajaran BPH yang lain telah membakar menara itu,
memanggil setiap orang yang bertekad untuk bangkit dan berkarya untuk FISIP
yang lebih baik, memanggil mereka yang muda dan ingin berkarya untuk menjadi
mahasiswa yang aktif, kontributif juga solutif. Dan saya memutuskan untuk tidak
tinggal diam, mengutuk kegelapan, dan hanya duduk manis di bangku penonton.
Saya memutuskan untuk menyalakan api, ikut bergabung dalam #BakarFISIP, menjadi
aktif dan kontributif, menjadi generasi yang nggak Omong Doang! Bismillah J
Saya akan lihat kamu baik-baik, Nin.
ReplyDeleteini harus aku baca dengan intonasi seperti apa mbak? hehehe terima kasih sudah dikunjungi :3
DeleteKerenn.. !! :)
ReplyDeleteLebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Sesungguhnya hanya ada 2 pemuda di dunia ini, pemuda yang menuntut perubahan dan pemuda yang menciptakan perubahan. Dan pilihan untuk menciptakan perubahan dan menyalakan lilin adalah pilihan yang tepat. :')
Terima kasih :))
DeletePemuda adalah pilar-pilar bangsa, kalau kita hanya puas dengan mengutuk kegelapan, lantas siapa yang akan menjalankan fungsi mahasiswa sebagai angent of change, agen perubahan, pembakar sumbu api, pemuda yang menyalakan lilin?
Terima kasih sudah dikunjungi :)