Terima kasih kepada angin
pembawa kabar gembira..
Terima kasih kepada air pembasuh
lara..
Terima kasih kepada
matahari yang menjadi pelita...
Terima kasih kepada api
penyala asa..
Terima kasih kepada tanah
pengubur luka..
Terima kasih kepada Allah
Sang Pencipta segala...
Dua puluh empat di bulan
ketujuh memang bukan tanggal biasa untuk makhluk yang menuliskan ini. Di mana
sembilan belas tahun yang lalu dengan susah payah dilahirkan oleh seorang ibu
dengan mempertaruhkan nyawa dan rasa sakit yang katanya seperti ditusuk seribu
jarum itu.
Kata Mama, tak mudah membesarkan
anak kecil seperti saya, dari sering menangis melebihi kebiasaan anak bayi
biasa menangis, katanya diikuti oleh
seseorang dari lain alam, step berkali-kali yang hampir melemahkan otak, atau entah
berapa kali nyemplung di got depan
rumah karena nekat main sepeda saat hari sudah gelap. Ah, masa kecil.
Sekarang yang menulis
sudah berumur sembilan belas tahun, tapi seperti baru kemarin saja lahir ke
dunia, bukan maksud sok imut, tapi lebih ke.....belum terlihat apa-apa hasil
karya yang sudah ditorehkan dengan tinta emas, atau memegang bendera merah putih
di tengah podium, entah podium mana. Belum, tetapi akan.
Sembilan belas adalah
satu tahun sebelum akhirnya kepala saya tumbuh satu lagi. Terhitung satu tahun
lagi untuk saya menyiapkan hati dan pikiran untuk menyambut masa dengan dua
kepala kepala dua. Sebelum akhirnya masuk ke masa transisi dari remaja ke
dewasa.
Sembilan belas menyuruh
saya untuk melihat lagi daftar target yang saya tulis, memilah milihnya,
melihat lagi mana yang sudah dicoret, mana yang belum, mana yang harus
direvisi, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang boleh dinomor duakan. Ibarat
orang berlari, saat ini pemberi aba-aba sudah mengatakan “Siap...” sebelum
mengatakan “Mulai...” Ya, sembilan belas memang angka siap-siap.
Sembilan belas, katanya
saya harus dewasa. Tapi, umur tidak mendeskripsikan bagaimana tingkat
kedewasaan seseorang. Toh faktanya, semakin kita tua, kita akan kembali lagi
pola pikirnya seperti anak-anak. It’s about life cycle, in my opinion. Dewasa
bukan saat kita berhenti menonton Petualangan Sherina, dan mulai menonton
film-film fiksi ilmiahnya Tom Cruise, it
doesn’t depend on what you put your interest to. Ini bukan pembelaan dari
betapa saya menyukai Petualangan Sherina sampai teman-teman di sekitar jengah
mendengar saya terus-terusan meng-impersonate
seluruh karakter sampai suara backsound
film tersebut ya. Dewasa itu tentang pola pikir, tentang bagaimana kita
merespon suatu hal, tentang manajemen emosi, dan lain sebagainya, anda yang
membaca pasti punya definisi tentang dewasa juga bukan? Boleh juga ditambahkan
di kolom komentar. Bukan bermaksud nyinyir, tapi jaman sekarang hanya melihat
sikap, once or twice lantas
memberikan judgement bahwa seseorang
itu dewasa sama saja hanya melihat apa yang dia pakai di luarnya. Sikap itu
bisa diatur, tapi apa yang ada di dalamnya, that’s what matters the most.
Sembilan belas, apa ini pelajaran pertamanya? Don’t judge the book by its cover?
Sembilan belas, ternyata
sudah 5 tahun saya mengulang tanggal dua puluh empat tanpa kehadiran Bapak. Lama
tapi tak terasa. Tapi, tahun ini tidak sesedih tahun-tahun sebelumnya. I try to keep my balance, cause falling for
the same reason that won’t come back is wasting, and there’s a lot of things
that we could do to make that-one-who-won’t-come-back proud. Tidur tenang
di sana ya, Pak.
Sembilan belas, sampai di
sini saja, saya mau siap-siap.
Selamat siap-siap.
No comments:
Post a Comment