Saturday, May 10, 2014

Menyambut Menara yang Ter#Bakar

Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan…”
Begitu kata Pak Anies Baswedan, semoga tidak salah kutip.

Cita-cita saya semasa SMA dulu memang jadi salah satu mahasiswa FISIP. Tidak menyangka hal tersebut menjadi kenyataan sekarang. Kurang lebih setahun yang lalu, waktu saya masih disuruh bawa notebook yang saya buat sendiri dengan kertas buram dan kardus air mineral, rok hitam dengan atasan putih, dan segala hal lainnya saat mengikuti OSMARU FISIP 2013, saat itu saya juga membawa banyak sekali ekspektasi tentang FISIP di mana saya akan menimba ilmu selama (semoga) 3,5 tahun mendatang.

Pupus
Macam lagunya Dewa waktu Once belum memutuskan untuk hengkang dari band legendaris itu. Harapan saya pupus begitu saja saat saya mulai masuk ke dalam FISIP. Salah satu teman diskusi mengatakan, “Dulu ayat pertama dalam Al-Quran yang turun apa? Iqro! Bacalah! Tapi apa yang harus dibaca saat tidak ada, lalu apa yang bisa dibaca? Jawabannya adalah keadaan. Kita harus membaca keadaan yang ada di sekitar kita. Itulah Iqro.” Saya belajar membaca lagi selama di FISIP, belajar membaca karakter mahasiswa yang ada di dalamnya, situasi kulturalnya, hubungan UKM-UKM di dalamnya, pemenuhan sarana dan prasarananya, sampai ke (kabar) Keluarga Mahasiswanya. Saya sebagai mahasiswa sebenarnya kecewa akan hasil bacaan saya, memang belum sampai di ending, tapi, cukup tragis untuk sebuah Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik yang atmosfer di dalamnya jauh dari nuansa nama fakultasnya. Jangan sampai tahun depan fakultas ini ganti nama jadi Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Perdukunan karena jauhnya masyarakat FISIP saat ini dari ranah sosial atau politik.

FISIP itu ...
FISIP itu macan ompong. Idealnya, FISIP sebagai Fakultas yang mempelajari ilmu-ilmu sosial dan ilmu politik, kajian-kajian yang dikeluarkan, kemudian suara mahasiswanya mampu dijadikan rujukan atas fenomena-fenomena sosial yang terjadi saat ini. Namun, kenyataannya gaungnya pun belum juga terdengar, jangankan sampai ke FISIP di universitas lain, di kandang sendiri, sudahkah?
FISIP seperti macan. Ya, saya tidak salah sebut, macan. Dengan potensi-potensinya, FISIP sangat potensial untuk menjadi suatu fakultas yang besar dan sangat kontributif, namun potensi hanyalah sekedar potensi tanpa adanya tindak lanjut, tanpa adanya kesamaan haluan gerak, tanpa adanya semangat yang sama untuk bangkit dan berkarya.

Saya memilih menyalakan lilin.
Siapalah saya menulis tentang FISIP? Anak baru kemarin sore, datang-datang tanpa tedheng aling-aling langsung mengkritik suatu instansi. Tetapi itulah manusia, selalu lebih mudah mencacat sesuatu daripada terjun langsung ke lapangan membenahi apa yang tidak sesuai. Sama halnya seperti mahasiswa yang dengan mudahnya mengutuk setiap keburukkan, tapi tak ada aksi nyata untuk paling tidak sedikit perubahan. Sama seperti mahasiswa yang suka mengatakan FISIP apatis tapi lupa menanyakan pada diri sendiri, “lo udah bener-bener terjun langsung ‘ke situ’ belom bro?”
Hidup adalah pilihan, maka saya memilih untuk menyalakan lilin dan mulai menerangi satu titik yang akan disambut oleh lilin-lilin lain oleh teman-teman yang punya harap dan semangat. Saya memilih untuk menyumpal cacat demi cacat yang mereka berikan dengan aksi nyata yang akan saya berikan.

Mahasiswa tanpa tulisan sesungguhnya bisu. Mahasiswa tanpa aksi sesungguhnya mati−Anindya
           
            Seperti film Lord of The Rings Trilogy, saat Gandalf mencoba menyatukan Middle’s Earth saat pemimpinnya memiliki rasa pesimis untuk meminta bantuan. Di bantu oleh Merry, ia menyalakan api untuk memberi sinyal meminta bantuan kepada seluruh kerajaan. Pada salah satu scene-nya, ada saat di mana menara yang berguna untuk meminta bantuan kepada kerajaan-kerajaan lain di waktu yang darurat itu, kayu-kayunya dibakar, kemudian disambut oleh kerjaan-kerajaan yang melihatnya dengan melakukkan hal yang sama, sebagai tanda bersedia untuk membantu.

Itulah FISIP saat ini, Mas Aji Nugroho, Kak Triana Rahmawati, Mbak Nanik Lestari, Mbak Juwita dan jajaran BPH yang lain telah membakar menara itu, memanggil setiap orang yang bertekad untuk bangkit dan berkarya untuk FISIP yang lebih baik, memanggil mereka yang muda dan ingin berkarya untuk menjadi mahasiswa yang aktif, kontributif juga solutif. Dan saya memutuskan untuk tidak tinggal diam, mengutuk kegelapan, dan hanya duduk manis di bangku penonton. Saya memutuskan untuk menyalakan api, ikut bergabung dalam #BakarFISIP, menjadi aktif dan kontributif, menjadi generasi yang nggak Omong Doang! Bismillah J





4 comments:

  1. Saya akan lihat kamu baik-baik, Nin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini harus aku baca dengan intonasi seperti apa mbak? hehehe terima kasih sudah dikunjungi :3

      Delete
  2. Kerenn.. !! :)
    Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Sesungguhnya hanya ada 2 pemuda di dunia ini, pemuda yang menuntut perubahan dan pemuda yang menciptakan perubahan. Dan pilihan untuk menciptakan perubahan dan menyalakan lilin adalah pilihan yang tepat. :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih :))
      Pemuda adalah pilar-pilar bangsa, kalau kita hanya puas dengan mengutuk kegelapan, lantas siapa yang akan menjalankan fungsi mahasiswa sebagai angent of change, agen perubahan, pembakar sumbu api, pemuda yang menyalakan lilin?
      Terima kasih sudah dikunjungi :)

      Delete