Monday, January 18, 2016

BREAK It FAST Part 2

There are some little things that influence so much the way I act the whole day. They are  choosing a color of a the day, first song to listen, or articles to read. Morning is a crucial time for me, I meant a mood for 20 minutes in the morning can affect the rest of the day. How can it be? Well, at least it happens to me.

Talking about color, what color that will make you feel brave? Cheerful? And bold? I would love to answer all that with, RED! Well, I myself don’t have a specific favorite color, it all change all the time, like it goes with the mood. Today I may love blue, tomorrow maybe yellow, and yesterday was grey. But, talking about red, I have that friend who love red so much like she will choose red as the color of everything that she will buy, no matter what. It sounds crazy, but she’s exist. Lol.

And this morning I made a quick breakfast that remind me of her. So I got this delicious recipe that will only spend 20 minutes of your morning. I think It’s good for those who wants to start your diet or just try to love eating vegies. And of course, veggy makes you happy. Check it out.

Red Soup.

Be Red, Be Brave for whatever you may be!

Ingridient
  • 2 fruit of Tomatoes (The big ones)
  • 5 meatballs
  • 5 sausage
  • 200 gr chicken fillet
  • 2 carrot, slice it into small ones
  • 200 gr cauliflower, cut it into small ones
  • 3 Garlic
  • 1 Teaspoon pepper
  • 1 Onion
  • 250 ml water
  • 1 tablespoon Meizena
  • 2 tablespoon Butter
  • Seasoning (Salt, sugar, pepper, chicken broth powder)


Steps :
  1. Cut into small cubes and blend the tomatoes until it’s really mixed, filter the juice and the pulp, set aside.
  2.  Slice the meatballs, sausages and carrots. Set aside.
  3. Cut the cauliflower into into small pieces. Set aside.
  4. Cut the chicken fillet into small cubes. Set aside.
  5. Let’s make the spice! Puree the onions with one teaspoon pepper, put some salt set aside.
  6.  Heat 2 tablespoon of butter to saute the onion and spice, saute it until it smells good.
  7. Put the chicken, sausages and meatballs,  cook it until it’s half cooked.
  8. The veggy time! Now, put the carrot and the cauliflower, and add the tomato juice. Cook until it’s boiling.
  9. Seasoning! Add some sugar, salt, chicken broth powder and pepper, as you like it. The tomato juice itself tastes pretty sour, make sure you add enough sugar.
  10.  Pour 1 tablespoon of Meizena that is dissolved with about 50 cc of water. Cook it until it’s boiling.
  11.  Move it to a plate, and you can use celery or parsley for the garnish.


Yeay a plate full of spirit is ready to be served. Enjoy your day, be cheerful, be brave, be bold as this color told you so! Don’t forget to let me know when you made yours. Cheerio!




Bon Appétit!

BREAK It FAST

Hello there!

First thing first, I’m not kind of an always-have-breakfast-before-jump-in-my-activities person. I easily skip and take brunch to replace it. In this case, it’s usually because I have no time or too lazy to get off of bed early, but lately I realize it has such as good impact for me, specifically, for my mood.

Ok, let’s break it fast.
Who love Maccaroni? I meant, Who doesn’t? I’m not kind of an Italian Tongue who love all the dishes from that Pisa Country, but I like pasta! It gives me a pleasure feeling for eating it, because I don’t eat rice, I don’t know if it’s correlalted but, that’s it. So, what can we eat for an easy and quick breakfast with pasta? Check this out.

Maccaroni Carbonara

Dare to share? 

This food is actually made by three important ingridients, but I made some improves, because some ingridients are not available in my house. So, here they are.

Ingridient :
  • 200 gr pipe maccaroni
  • 1 slc chicken fillet
  • 200 ml  water
  • 75 gr melted cheese
  • 1 tablesppon Meizena
  • 2 garlic
  • 1 onion
  • (salt, chicken broth powder, pepper) Seasoning
  • Chili powder
  • 100 gr butter


Steps
  1.   Boil maccaroni in the boiling water until it’s expand and tender, set aside
  2.  Wash the chicken fillet until it’s clean and cut it into small cubes, set aside
  3. You can use whatever melted cheese you like, I myself use the cheddar cheese and I cut it into small cubes, set aside.
  4.   Slice the garlics and the onion, set aside.
  5. Take the maccaroni and put 2-3 tablespoon of butter, mix it, until the macaroni doesn’t stick to each other.  I use 2 tablespoon of butter to saute the spice, put the garlic and the onion, saute it until it smells good. Put the cheeses and the chicken cubes, saute it until it’s half cooked.
  6.  Pour the ¾ water, and wait until it’s boiling, and then put the maccaroni. The original recipe is using milk, but since my mother doesn’t like milk, so I replaced it with just water. 
  7. When it’s already cooked, pour a tablespoon of meizena that is dissolved with the ¼ of the water. Give it salt, pepper, chicken broth powder and sugar for seasoning.  Wait until it’s cooked.
  8. And the last, move it to the plate, sprinkle some oregano or just chili powder if you don’t have it in your house.


Quick and Easy right? It only took 20 minutes to cook it, so I think it won’t waste your time, and a time you spend in the kitchen is a worth wasting for. Let me know if you’ve made yours!





Bon Appétit!


Cerita Si Calon Tukang Roti

Inget nggak jaman alay dulu? Jaman di mana banyak orang laki atau perempuan memberikan kata ordinary sebagai deskripsi masing-masing dari mereka di setiap social media mereka, ya tidak semua sih, tapi banyak, dan ada.

Mungkin nggak to orang-orang itu memang “biasa” saja atau hanya berusaha menjadi biasa? Mau nggak sih sebenarnya di antara kita ini disebut biasa dalam apa yang tengah kita lakukan? “Dia mah emang biasa aja!”, “Eh kamu biasa aja!” eh, contoh yang kedua salah konteks. Tentu hal ini sangat berkebalikan ya sama sifat manusia yang katanya itu sudah dari sananya, alias gawan bayi, alias bawaan orok kalau kita ini diciptakan sebagai makhluk yang tidak pernah puas dan selalu meminta lebih.

Ditemani satu mug teh hangat tawar, di Minggu malam, di mana lingkungan saya jadi nyenyet lebih awal, karena besok mulai beraktvitas lagi, saya mulai lagi bertanya, “Mimpi kamu apa,Nin?”

Saya ingat, bagaimana dulu kawan-kawan saya di bangku Taman Kanak-kanak selalu berteriak, mau jadi pilot, mau jadi perawat, pramugari, bos, ada juga yang mau jadi Presiden, sementara saat giliran saya yang ditanya sama Ibu Guru−Ibu Ida di bangku kelas A, dan Ibu Ibeth dan ditemani Ibu Tatik di bangku kelas B, saya selalu menjawab dengan lantang, “ANIN MAU JADI TUKANG RISOL, NANTI PESEN KUENYA SAMA ANIN YAA!”  dan itu masih menjadi cerita yang diceritakan dari tahun ke tahun oleh Si Mama, setiap ada siapa saja yang datang.

Lalu masihkah saya memimpikan hal yang sama? Ah tentu saja, hanya namanya saja yang berubah jadi lebih keren, “Punya Toko Roti yang namanya diambil dari nama Mama”. Dari Tukang jadi Owner. Saya sendiri membayangkan nantinya toko itu akan memanjakan indera penciuman kita dengan aroma kayu manis, dengan warna cat yang bernuansa karamel, lalu.....di mana saya berada? Bukan, bukan dibalik meja menghitung laba dan rugi, saya sedang berada di dapur dengan apron yang terkena noda coklat di beberapa tempat dan tepung tipis yang hinggap di hijab, tengah menguleni adonan roti. Saya benar-benar menjadi Tukang Roti yang punya Toko Roti. Ah bahagia.

Tidak tahu sejak kapan saya jadi senang memasak, karena jika diingat lagi dulu saat Si Bapak menyuruh saya memasak untuk menggantikan Si Mama yang sedang sakit, saya selalu menolak dan memilih pergi untuk beli makan di luar. Tetapi ternyata masak itu asik−ya walau saya masih ndak bisa bedain makanan mana yang basi dan masih oke untuk dikonsumsi, kita bisa eksperimen rasa, subtitusi bahan kalau bahan A nggak ada, semacam mencari strategi lagi gimana caranya biar itu makanan minimal bisa diterima sama lidah dan nggak mubazir.

Selama di rumah, saya bolak-balik buka Cookpad.com sampai akhirnya download aplikasinya di telepon pintar saya, ditaroh di dapur. Ya betul, berbekal resep yang ada di Cookpad ini saya memasak beberapa makanan yang belum pernah saya coba sebelumnya, layaknya abang Go-jek yang ke mana mana bawa henpon buat lihat GPS agar bertemu customer, sampai tak jarak hpnya terkena debu, ya, sama kayak saya yang hpnya kadang jadi terasa berminyak dan kata Si Adik, bau ayam.

Seiring beranjaknya usia kita, cita-cita kita juga berkembang, nggak usah heran, ini semua karena pola pikir kita yang terus menerus dibuat mikir. Kayak manusia purba dulu yang tadinya hanya berburu sampai akhirnya mereka berpikir untuk bercocok tanam. Ada yang mimpinya jadi lebih spesifik, ada juga yang mimpinya malah jadi “banting setir” saat sadar minatnya nggak mengarahkan dia ke mimpinya dulu waktu kecil. Nggak ada yang salah dengan itu. Yang salah itu kalau kita bahkan nggak punya mimpi sama sekali. Hidup itu memang fleksibel, tapi ia nggak semudah baca-baca quotations di Tumblr, kadang kita bisa ngikutin arus, tapi kadang kita juga harus bisa nentang arus. Nah apa tuh yang bisa bikin kita nentang arus? Motivasi! Dan motivasi nggak akan hadir kalau nggak ada yang ingin kita kejar. Apa yang kita kejar inilah yang kita sebut dengan mimpi.

Saya menolak untuk bilang mereka yang punya mimpi adalah mereka yang ordinary alias biasa aja. No way. Bilang diri kita sendiri biasa aja itu sama kayak nge-mubazir-in diri sendiri. Duh aneh dan maksa banget ya bahasanya. Kenapa? Karena Allah sudah menciptakan kita dengan segudang potensi yang bahkan mungkin kita sendiri nggak tau itu apa, all we need to do is get that ass off and find out!

Jadi semangat gini ya kalau kita nulis sebagai catatan untuk diri sendiri, haha.
Intinya, nggak ada langit yang terlalu tinggi, dan langit yang terlalu rendah, karena Allah udah menciptakan awan-awan di langit-langit kita masing-masing, sebagai tempat untuk kita melempar mimpi-mimpi kita ke langit sana.





Calon Tukang Roti yang punya Toko Roti,


Friday, January 15, 2016

"Menyederhanakan" Bahagia

Perasaan bahagia itu seperti
Satu yang ditambah satu
Tapi hasilnya tak selalu dua
-Mama

Saya sebenarnya menginginkan hujan deras untuk turun malam ini juga, saat ini juga. Mengguyur kota Jakarta dan sekitarnya, walau saat ini saya tidak sedang berada di Jakarta, tetapi di “sekitarnya”. Apa daya saat hati menginginkan kesyahduan hujan, bolehlah wangi tanah yang basah, dan segelas teh panas−saya suka kopi, tapi saat ini saya sedang ingin teh panas. Apa daya Gusti lebih punya setting cerita yang berbeda, tak diturunkanNya hujan, tak ada pula wangi tanah basah. Jadilah ekspektasi sayup-sayup suara lebatnya hujan digantikan dengan suara kipas angin yang dibeli ibu dari Abang Rosok,[1] masih bagus kok, buktinya masih bertahan 3 tahun. Agar tak mengurangi realita dari ekspektasi saya setel itu I Won’t Give Up yang dinyanyikan lagi oleh Madilyn Bailey−bukan karena nginggris atau keminter, tapi memang pengen. dan tetap, satu mug berisikan teh panas.

Apa sih bahagia menurutmu?

“Ih absurd banget sih, nanyain kayak ginian.” Tapi, pertanyaan ini terus-menerus mengganggu di otak karena belum pernah saya jawab. Ya, walau lewat post ini saya juga nggak tahu apakah bisa menjawab pertanyaan yang lebih sulit dari soal UTS saya.

Baik, mari kita mulai.

Sebelum kemudian bertanya tentang apa definisi bahagia, ada baiknya kita menentukan dulu apa tujuan hidup kita. Dengan rata-rata umur mencapai 63 tahun hidup di bumi, kira-kira apa atau mau ke mana tujuan akhirnya? Kalau mengingat pepatah jawa, urip gur mampir ngombe, atau hidup hanya mampir minum, setelah minum kita mau ngapain? Mau ke mana? Apa yang dicari to setelah minum itu?

Sejenak saya jadi melihat lagi sudah sejauh apa saya melangkah. Mulai dari rutinitas saya, yang tidur-kuliah-makan-“ke belakang”- lalu tidur lagi, ibadah, organisasi yang saya ikuti, tulisan-tulisan saya, sampai ke dengan siapa selama ini saya berjalan−jangan baper, yang ini maksdunya teman-teman saya. Sudah sinergiskah? Sudahkah itu semua merepresentasi tujuan saya diciptakan olehNya atau paling tidak merepresentasikan orang yang sedang mengetik pos ini sambil sesekali menyeruput teh hangat yang hampir dingin? Jangan sampai sudah jalan jauh ternyata selama ini saya meminjam sepatu orang untuk melangkah,  artinya, tidak benar-benar menjadi diri saya sendiri dalam menjalani jalanan yang mungkin masih panjang, atau pendek wallahualam, karena maut kan kapan saja bisa menjemput. Ada sebuah kutipan dari Cak Nun yang sangat saya sukai, begini bunyinya,

“Terserah mau jadi apa. Mau jadi manusia keset sabut, di mana hidup sekali ini diisi dengan menjadi keset kaki untuk sepatu orang. Atau jadi manusia rumput, hobinya diinjak-injak melulu. Atau manusia debog, yang kalau tidak dibuang yang dipakai ndalang, ditusuk-tusuk oleh tangkai lancip wayang. Atau mau jadi manusia beringin? Dia mengayomi walau ia sendiri tak berbuah, meneduhkan walau pada akhirnya tak ada yang bisa tumbuh di bawahnya atau di sekitarnya, berorientasi pada kebesaran diri, keharuman nama, monumentalisasi eksistensi, egosentrisme tinggi dan cenderung memperlakukan apa saja sekedar alat bagi eksistensinya.” ( Emha Ainun Nadjib dalam Gelandangan di kampung Sendiri).

Paragraf ini membuat saya berpikir tentang sudahkah saya memberi kebermanfaatan kepada masyarakat atau paling tidak untuk keluarga saya saja? Dengan mengikuti A-Z apa yang sebetulnya saya kejar? Apakah sebuah plakat atau titel tertentu atau memang semangat membagikan kebermanfaatan? Pertanyaan kepada dalam diri yang seperti sungguh menohok pada awalnya, tapi selanjutnya semoga Allah memantapkan hati ini untuk terus berada di jalan bersama masyarakat. Memang, mau jadi apa kita, rumput teki, atau debog, sabut atau Anthorium seperti yang pernah digandrungi oleh kalangan ibu atau bapak pecinta tanaman, yang penting adalah sejauh apa kita memberikan kebermanfaatan pada setidaknya lingkungan yang paling-paling-paling dekat dengan kita, keluarga.

Tapi tak hanya sampai di sana, niat kebermanfaatan untuk masyarakat saja  juga tidak cukup untuk melanjutkan perjalanan ke titik akhir setelah minum tadi. Ini bagian yang terpenting dari perjalanan yang diselingi dengan minum itu. Tanpa ini, kita bisa-bisa keasikan minum sampai kembung, sampai mati digelonggong tangan sendiri. Apa sih “ini” yang saya maksud? Ridho Allah.

Ridho Allah yang akan membuat kita melanjutkan perjalanan. Ridho Allah yang membuat kita sadar bahwa setidaknya kita memiliki waktu kurang lebih 63 tahun−syukur kalau dikasih lebih, untuk beribadah dan bermanfaat bagi umat manusia. Ridho Allah juga yang mengingatkan kita untuk tidak berlama-lama minum, karena berjalan apalagi berlari dengan perut yang kembung itu menyesakkan. Ridho Allah yang membuat kita berusaha sekaligus pasrah akan apa yang terjadi. Nah jadi Urip yang cuma mampir Ngombe ini, nanti mau dibawa ke mana? Mencari Ridho Allah.

Lalu, apa itu bahagia?

Ah ini pertanyaan memang bikin blunder. Saya sendiri heran, semakin kita tumbuh, semakin kita persulit arti kebahagiaan. Mulai dari menambah indikatornya, kemudian muncullah kalimat “wah bahagia banget lah kalo ...” seakan bahagia itu ada syaratnya. Bahagia kita hari ini sudah tidak lagi sesederhana dulu waktu umur kita 5 tahun, di mana kita berlari mengejar pesawat kertas yang kita buat sendiri, yang tadi terbang dan sudah terjatuh di tanah, kemudian menerbangkannya lagi. Ya, tidak bisa disalahkan sih, sekarang pun anak kecil sudah jarang yang bermain pesawat kertas yang biasanya dikasih abab dulu−semacam mantra biar terbangnya tinggi. Nggak kebayang saya, kalau yang dilempar itu Tab berisi game-game yang membuat mereka terpaku 24/7 minus waktu tidur, mandi dan “ke belakang”.

Kakak saya sering mengatakan “Jangan lupa bahagia”. Pada awalnya saya selalu mengartikan, jangan lupa bahagia berarti kita tidak boleh bersedih. Begitu terus sampai akhirnya ia membuat sebuah pos di lamannya. Tentang esensi bahagia. Hati tak pernah membohongi diri, katanya. Sudah kodrat hati ingin selalu dekat dengan Rabbnya. Itulah, saat di mana kebahagiaan yang haqiqi muncul. Karena, jangan lupa bahagia berarti jangan lupa mengingat Allah, ya. agar kita bahagia dengan mengingatNya.

Nggak perlu kan mainan pesawat-pesawatan dulu biar ngerasain jadi anak-anak baru ngerasa bahagia?

Ternyata memang, sederhana inginnya hati kita ini. Tak muluk-muluk ingin A sampai Z untuk membahagiakan hati, cukup satu, mendekat dengan Rabb, agar hati tenang, dan bahagia itu akan terasa dengan sendirinya. Kalau tak bisa juga membayangkannya, lihat saja anak kecil, apa banyak maunya? Tidak. Kadang bahagianya anak kecil adalah saat kita tak lupa nama mereka saat kita datang mengunjungi mereka. Bahagia mereka juga terkadang hanya disebabkan kita mau diajak mendengarkan lagu anak-anak yang sudah diputar ribuan kali. Tanpa maksud menyederhanakan arti kebahagiam tetapi, bahagia itu memang sederhana.

Kalau masih bingung dengan pos ini, mungkin kebahagiaan kita punya versi yang berbeda, saatnya cari bahagia versi kamu.





[1] Abang penjual barang-barang bekas.




Jangan lupa bahagia,




Saturday, January 9, 2016

Guilty Pleasure

 (n) to describe a certain substance or activity a person enjoys, and often practices, while said person morally believed or is informed that the substance or activity is abnormal, improper incorrect. (Source: Urban Dictionary)

In the other words, it’s about thing that you like, but you know you shouldn’t like it.  Does this thing ever exist? I meant a feeling like this. Well, when we like something, we usually just...like it and do it anyway no matter what people say, and we shouldn’t have to feel guilty at all, right? That’s why, some people don’t believe in the existence of Guilty Pleasure. But I do.

I do believe in Guilty pleasure. And it’s mostly about a thing that I know it’s bad or just has an negative effect on my body, on my mind, but still, I feel like I can’t stop doing it, cause I’m pretty happy to do it and maybe I won’t think about it further to do it all over again. But yeah, as we call it A “Guilty-Pleasure” (you know it has the word “guilty” in the phrase), I usually feel guilty and feel like regretting the things I like, that I did. And said to myself “I shouldn’t do it”, and next time I get in the same condition. I know I couldn’t escape it.


Does this pic explain you enough about guilty pleasure?
You know it's bad, but you do it anyway.


Here, I want to tell you The Big 4 of My Guilty Pleasures. Why 4? Because, I simply like number four. Maybe we got the same things, and we can discuss how to escape it, but, check those first.


The Craving Alerts!
It’s the number one Guilty Pleasure I can’t escape. I’m the kind of person who can’t fall asleep, when my tummy’s craving for food. Sadly I confess, no matter when, I would eatmeans search for food in the dining room, make an instant noodle, have a snack, or go out for a quick dinner, in the dead of the night. Trust me, I would. And after I eat whatever I gotfeeling like zombie in this sentence, I would think “Shoot! What have I done? Gee... Fatness is about to hug me tighter.”

I Got More Time For One More Episodes!
Actually, I don’t like watching TV. No. I don’t like watching Indonesian TV Shows or TV Series, or Reality Shows. I don’t mean to underestimate this industry. I just feel like, I got enough drama in real life from people and situations around me and I don’t need more, seriously, it’s enough. Maybe I’m the only one in my house who can stand in a serene situation without switching on the Television, cause it seems hard for my mom and my sis no to watch it just for one day, the type of heavy viewerpeople who watch TV more than 2 hours in a day, took from Cultivation theory, originally composed by Gerbner(1976).
BUT, when it comes to Korean Drama or Hollywood TV Series, I feel like I’m an uncontrolled robot which doesn’t have an “OFF” button until that K-Drama or Hollywood TV Series is done. I’m not much knowing about Korea or Hollywood thing, it’s just, I feel amazed for their works, those are fiction story that I feel not too over-dramatic, some are fantasy but with the technology and the skill, the scene of people flying or burning(literally) still look great and it’s not one of those scene we can MEME it.
And I could stay in front of my laptop to watch them from 12.00am to 4.00am in the next day, and sleep after Praying Shubuh, waking up at 9.00 am feeling dizzy and yes, regret it. I got my Panda-eyes worse than ever after watch Pinocchio, Princess Hours(Re-watch this until I don’t know how many times), Healer, Heroes Season One to Four, Avatar Korra. Well, excuse my madness :’)

Yeay for LINE Sticker, But With a Sound clip, err...
We know we can’t escape the developing of technology when we use the messengers. Whatsapp, Line Messenger, We Chat, KakaoTalk, and Telegram like seriously, it all popped up in the blink of an eye, asking for The Mainstream to install them all in their cell phone and use it. As long as I use my Smartphone, I only use two, I meant three chat messengers, It’s Whatsapp and Line for the networks and friends, and BBM Messenger for the family and some close friends. Okey, whatever happen to Line Messenger, one of those things that make me like to use it is its feature for the sticker. And lately, it becomes so much more, that now sticker can be an animated and included with a sound clip. First time I tried it, I feel like “What the hell?” A superstar, an actress pop up on your screen and giving you a kiss or laughing, I meant, seriously. It’s awful. BUT, I don’t know why I like to tap it (even I don’t send it in any chats) just to hear or see the animation. It’s funny it hurts.

Some Books Are Worth To Be Bought!

2016 goal : Read them all!

You can bold my words here: To be Bought. First time I know I like to read is when I’m in Junior High School, a friend of mine lend me a novel from Torey Hayden, entitled Sheila. It’s a great novel I don’t know what words could describe it, after that I crave for more books. But, I start to collecting books in Senior High School, starts from Novel and Anthologies. There’s a strange feeling through my vein, a happy feeling, from seeing books that’s arranged in one bookshelf. And yes! I love the smell of a new book. It’s so good that it can bring my imagination to some places, some memories, some people. I think, that’s the reason why I love to linger in the library, book store, or places that got a lot of books. I don’t mind if you calling me a nerd. Well, that will do.
And here is the thing that usually comes to my mind when I’m in a bookstore, I read one-to five or ten pages, and that feeling of “I should’ve owned it!” pop up from my chest. There, I buy it. And I feel like a kid just got a lollipop from her daddy, to put it in my mini library, after I cover it. I love my books, I never make any marks like handwriting or folds, never, and if I did, it mostly because accidentally happens.
The guilty part is when I can’t make time to read them. And it happens over and over again from the previous book I bought that I haven’t read, to the book I just bought that I don’t know, when I’m going to read it. Going to the bookstore almost bring me two kind of feeling, first is the fact that I would see tons of book to freshen my eyes or my mind, and the possibility that I would add some books for my collection, and the second is the feeling of being too improvident for buying books with some books I haven’t read at home. Bless my purse :’)

So, those are the 4 big guilty pleasures that I always do. I don’t know either I want to escape from it or not, because since it got “pleasure” in “Guilty-Pleasure”, I like to do it. For me, there’s nothing wrong with having a guilty pleasure, as long as you can manage it and it doesn’t displease anyone. But, a wise man from nowhere ever said, we can’t please anyone, can we?





A (Sometimes Guilty)-Pleasure Seeker





Friday, January 8, 2016

A Good (Recipe for) Holiday

Wish that the spirit of New Year is still in your chest. So, what are you doing during the holiday? Well, some people have arranged some good plans, to go somewhere, explore things, or just simply being a sloth with a remote TV in your hands spending all the time changing the channel or just stuck there on Star World waiting for the re-run of America’s Next Top Model.

So, what do I do for this holiday? Well, I ever planned to make a trip, alone, take a random public transportation in Jakarta, get lost somewhere, make a photograph of people, or sophisticated buildings, act like a foreigner tourist? And share the photos here, but yea, as you can guess it, the reality goes in the other side. Blame me and my laziness to put on my shoes and go somewhere, because being far away from home for about almost 6 months is pretty hard and it makes me wanting to just to stay at home all day, all night.

And no, I’m not telling you that just because I stay at home; it means I also enjoy myself for being a sloth..........or pig. I’m now reading a book, an exciting book; sorry to say it’s a....secret? So I won’t tell you about it, because this post is not supposed to tell you about that.

Well, here is the thing, I cook.
Yeah, really. I cook. I like to cook. For breakfast. Lunch. Or dinner.
Can’t you believe it?
No?
Well, there are so many people that don’t believe that I actually cook.
Even my grandma that I have been living with for almost 3 years, and my aunty that I ever lived with, for 3 years. That’s reasonable since, I never got comfortable to cook in somebody else’s kitchen, so I only cook when I’m in my home. No, it’s not an excuse.

So here, I want to share you about a quick and simple Indonesian cuisine, a Tumis Jamur Tiram. For the recipe I would give you the explanation with Bahasa Indonesia, enjoy!

Tumis Jamur Tiram

Tumis Jamur Tiram is on the red plate!


Bahan :
-          250 gr Jamur Tiram
-          Cabai
Ø  1/4 kilo cabai hijau
Ø  10 bh cabai rawit merah
Ø  5 bh cabai merah
-          4 siung bawang putih
-          3 lembar daun jeruk
-          2 sdm saus tiram
-          Garam secukupnya
-          Gula secukupnya
-          100 ml air matang
-          2 sdm minyak sayur

Cara membuat :
  1. Cuci bersih jamur tiram, peras sampai tidak ada kandungan airnya, lalu iris kecil-kecil dan buang bagian batangnya yang keras.
  2. Iris pipih cabai merah, cabai hijau dan cabai rawit. Iris tipis bawang putih dan daun jeruk.
  3.  Panaskan minyak sayur lalu tumis bawang putih hingga harum. Selanjutnya masukan cabai dan daun jeruk, tumis lagi sebentar dilanjutkan dengan memasukkan saus tiram.
  4. Masukan  jamur tiram, tumis hingga bumbu merata. Jangan lupa buat tambahin airnya ya.
  5. Last, Seasoning! Masukkan garam dan gula secukupnya sesuai selera, lalu tumis hingga bumbu merata.
  6.  Masak sampai matang, dan sajikan selagi hangat.

So, that’s it! Easy, right? That’s just for you who love spicy foods and also a simple lunch. Wait for my next easy and simple experiments in my kitchen!

And for you, who can’t get off of that tempting bed, now YOU GOT TO! Get up and do something! Go somewhere or just make something, do something’s productive, this holiday is too beautiful to be through with just “sloth”-ing.

Bon Appétit!