Thursday, June 27, 2013

Magic in A Cup of Coffee III

Za datang menghampiriku, melampirkan sweater berwarna merah ati di pundakku. “Dingin, Yang.” Katanya. Aku hanya tersenyum lembut, mataku terus mengamati langit dan isinya. Tapi mata Zahira terus tertuju pada cangkir yang ada dalam genggamanku. Aku tau apa yang ia amati, tapi aku memilih diam, menanti sepatah kata keluar dari mulut mungilnya.

“Eyang, kenapa Eyang masih minum kopi aja sih? Nggak baik loh, Yang...”  Kata Za dengan tatapan penuh selidik. Aku hanya membalasnya dengan senyum dan menyeruput lagi kopi yang tersisa. “Setiap manusia punya hal yang membuat mereka tidak menjadi sekedar seonggok daging yang bisa bernafas. Tapi, hidup Za. Hidup tidak dinilai dari berapa lama kamu bernafas, hidup adalah saat kamu bisa merasakan rasa dari bernafas itu sendiri. Untuk Eyang, kopi itu salah satu cara untuk merasakan hidup.” “Tapi kan kopi nggak baik, Yang untuk kesehatan...” Kata Za, wajahnya berubah memelas. Kali ini aku diam, tersenyum lagi, menghirup dinginnya udara malam, membiarkannya masuk ke dalam relung-relung di paru-paruku, nikmatnya punya seseorang yang bisa diajak biacara, bukan hanya teman-teman dari dunia bernama imajinasi seperti hari-hari biasanya.  Aku biarkan keheningan masuk ke ruang kosong di antara kami. “Yang? Eyang ngantuk?” Tanya Za sambil menepuk pundakku. “Nggak, Za. Soal kesehatan itu mitos. Kalau ini kamu sehat,” sambil menunjuk bagian dada dan kepala,”badanmu juga pasti sehat.” Lagi, aku menyesap kopi yang masih tersisa. “Karena sering sekali, Eyang dengar kopi di kambing hitamkan sebagai penyebab dari berbagai penyakit, padahal yang sebenarnya sakit dari orang-orang itu adalah hati dan otaknya. Lihat saja Eyang masih sehat bugar begini.” Kataku sambil meniru pose binaragawan.

“Tapi Za nggak suka kopi, Yang.” Kata Za, matanya masih terpaku pada cangkir di genggaman tanganku. Tanganku membelai rambut hitam panjangnya, “Apa Eyang meminta kamu untuk menyukai kopi seperti Eyang menyukai ini?” Kataku menjentikan cangkir kopi di tanganku sambil tertawa, kala itu langit seakan ikut tertawa melihat keluguan Za. “Tidak, Nduk. Cari, kejar dan nikmati apa yang membuatmu hiidup. Jangan jadi seonggok daging yang bisa bernafas tapi tak tau apa itu rasanya hidup.”


Malam ini terasa lengkap, gemerlap bintang-bintang, bulan yang bersinar makin terang, angin malam yang berdesir lembut dan senyuman dari Za yang akan terus kuingat. Setelah 40 tahun lamanya,  akhirnya aku kembali merasa di rumah.




Saturday, June 22, 2013

Ruang Kosong

Pernahkan,
tiba-tiba tersadar,
bahwa kamu nggak lebih dari sebuah karang.
Terlihat kuat, bertahan dari apa saja yang membenturnya,
tetapi jika kita lihat lebih dekat lagi,
Banyak sekali ruang kosong di dalamnya.
Persis seperti kita dengan tawa,
persis seperti kita dengan senyum,
lelucon, kebodohan yang akhirnya kita tertawakan...
Bukan. Mereka bukan sesuatu yang dipalsukan,
hanya saja,
saat ada sesuatu yang mengingatkan kita dengan ruang kosong itu....
Kekasih yang pergi,
orang tua yang berpulang,
teman yang tak lagi ada kabarnya,
Akhirnya hanya sampai di sinilah kopi dan musik mampu menemani.
Ruang kosong itu,
kapan kembali terisi?




Kid's Dream


Saya bukan seorang penggemar program-program di televisi, bukan penikmat sinetron, atau ftv-ftv. Tapi semenjak libur sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan, hampir setiap pagi saya pasti menonton televisi, kenyataan ini diperparah dengan rusaknya Sang Laptop yang membuat saya tidak punya pilihan lain selain, menonton televisi.

Pagi ini, seperti biasa saya bangun tidur dan langsung bergegas ke dapur, melakukan ritual pagi—minum 2 gelas air mineral setelah bangun tidur, membuat secangkir kopi hitam dan menyalakan televisi di ruang keluarga. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB, mata saya terpaku pada layar televisi dengan satu tangan kanan yang memegang cangkir kopi dan tangan yang lainnya memegang remote dan dengan lihai mencari stasiun televisi yang programnya ‘memungkinkan’ untuk saya tonton.

Sempurna. Semua stasiun televisi sedang menyiarkan commercial break. Akhirnya pilihan saya jatuhkan ke salah satu stasiun televisi swasta, yang sedang memulai sebuah iklan. Sepertinya iklan baru, karena potongan-potongan scene-nya yang masih anyar di mata saya.

Tokoh-tokoh yang dimainkan dalam iklan ini teryata adalah anak-anak kecil, dan tibalah saat satu per satu dari mereka mulai memainkan perannya. Setiap anak bicara sebanyak satu kalimat yang masing-dan begini dialognya;

“Kalo aku udah gede, aku mau jadi ex-mud”
“Mau jadi boss”
“Sehari-hari ngomong camur bahasa Inggris”
“Tiap Jumat pulang kantor, nongkrong sama sesama ex-mud, ngomongin proyek besar, biar keliatan sukses”
“Suaranya agak digedein, biar kedengeran cewek di meja sebelah”
“Kalo weekend sarapan di cafe sambil laptopan”
“Pesen kopi secangkir 40ribuan...”
“...minumnya pelan-pelan, biar tahan sampai siang demi wi-fi gratis”
“Kalo tanggal tua pagi, siang, malam, makannya mie instan”
“Kalo mau nelpon bisanya Cuma misscall”
“Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah ngejalanin”

Sederhana, berharga namun sering dilupakan. Itu kesan pertama setelah saya mendengar dialog yang ada dalam iklan ini. Siapapun orang dibalik iklan ini, dia adalah orang yang cerdas, menggunakan anak-anak—sosok yang masih polos dan frontal dalam mencerna dunia, sebagai pemain lakon.
Ada lagi yang menyentil saya diawal dialog, yaitu saat dua anak kecil yang menceritakan cita-cita mereka, yang satu ingin menjadi Executive Muda sedang yang lainnya ingin menjadi Boss. Saya teringat tweet saya sekitar 4 hari yang lalu,




Sepolos itulah seorang anak kecil sehingga mereka tinggal menyebutkan saja seperti apa mereka ingin menjadi saat sudah besar nanti. Mereka gantungkan saja mimpi mereka di langit tertinggi, untuk apa peduli rasanya sakit jika nanti jatuh, apa itu prospek, apa itu gaji, apa itu realistis, mereka memang belum mengerti, tapi hebatnya seorang anak kecil adalah mereka berani bermimpi tinggi sekali hingga menembus lapisan eksosfer, sedangkan kita para orang dewasa, sepertinya selain dituakan oleh waktu, waktu juga sudah berhasil memagari angan-angan besar, mimpi-mimpi tinggi dan menaruh kita di semacam tempurung sampai akhir nyawa terlepas dari raga dengan mimpi yang akhirnya tak sempat melambung ke angkasa. 

Bermimpilah seperti anak kecil, dan bertindaklah seperti seorang laki-laki.



Friday, June 21, 2013

High School (Never) Ends

Now I'm using my bro's laptop and yes it feels like "Oh finally..."

Well, it feels like it's just yesterday I took a step to my school and voila! now I'm already graduated from High School! Oh-My-God! I cant believe that time could run the world that fast. No Beyonce, It's Time that run the world, not guuuuuuuurls.

You know a typical High School students, 3 years struggling like trying to staying up in History class; putting on my headset on Accounting class to keep me awake and to concentrate more; cursing those teachers on Twitter cause they gave us such a hell creepy homework; half-running from the parking lot to reach hall cause you know you're 5 minutes late, yep another point to write on your journal sheet and et cetera and et cetera.

And don't forget about the feeling you had on High School. Adoring a guy who's in higher class than you; having crush with someone; trying to look best on ceremony, and hoping that you could amazed him/her; the broke up feeling; the one sided-love feeling. Those things that teach you what really love is.

And friends. High School means finding the best friend that truly care for you in your best and worst condition. Those times that you spent with friends are the unforgettable one. Those time when you laugh at the canteen like you both own the world, you just dont care how people giving you such as "Shut the F up!"; those times when you tease each other, people may see it's rude, but that's just how you and your friends enjoy this short damn life, and many other moments that you cant even tell them by words.

And here are some pictures of me and my friends in Graduation Day





Yep, that's me :)

As time goes by, I should admit that the High School time was really over and I gotta move forward to face the real wild world. But then again, since I consider that High School is a place where you could find who you are, what you really dream of, who your real friends are, high school never actually ends.



Thursday, June 6, 2013

Ucapan Selamat Pagi

Selamat pagi matahari yang sedari tadi memilih bersembunyi.
Selamat pagi mendung yang merasa hebat karna telah menguasai pagi.
Selamat pagi angin dingin yang tak henti-hentinya menari.
Selamat pagi bapak tani yang melawan angin untuk sesuap nasi.
Selamat pagi ibu yang tak lelah
membangunkan putranya, katanya "Tangi-tangi!"
Tak lupa,
Selamat pagi untuk mereka yang hatinya ditinggal pergi.
Selamat pagi untuk mereka yang hatinya tak berpenghuni.
Selamat pagi untuk mereka yang memilih untuk sendiri.
Selamat pagi untuk mereka yang masih menanti.
Selamat pagi untuk mereka yang masih berpegang pada cinta lama yang belum juga terganti.
Dan,
Selamat pagi untuk mereka yang terus menebar senyuman,
Memberi kenyamanan,
Rasa aman,
Dan kedamaian.
Selamat pagi Tuhan yang masih memberi kesempatan,
Untuk bernapas dan bertahan,
Untuk merasakan setiap detail keindahan,
Untuk bersyukur dan hidup dalam
keikhlasan.
Selamat pagi untuk semua ciptaan Tuhan :)


laptop saya rusak jadi akan sangat jarang ngepos. Dan, that's just what I'm doing this morning, "writing" my draft for this blog with a cup coffee to keep me awake and relax.
Good morning everyone :)