Sunday, August 19, 2018

Body Shaming: When Cheap-Talks Gone Wrong


What a powerful message tho!

Source: Instagram

Sebenernya, aku udah pernah buat postingan tentang body shaming  di blog ini juga, kamu bisa baca di sini. Tapi, di tulisan itu, aku masih mengulasnya dengan pandangan yang lebih umum dan mungkin kurang detil, karena aku juga membahas tentang body authority. Tapi, kali ini, aku rasa aku harus lebih fokus untuk hanya membahas tentang body shaming. Here we go!

Untuk yang belum tau, apa itu body shaming dan apa aja lingkupnya, kita bisa mulai dari sini.
Body shaming adalah istilah yang digunakan untuk kegiatan (baik dengan mengomentari atau mencela) seseorang karena penampilan fisiknya. Ruang lingkupnya bisa dengan mengomentari bagaimana kondisi tubuh kita (berat badan, tinggi badan, warna kulit, bahkan sampai ke kemampuan fisik seseorang).”

Nah, paragraf di atas harus kamu ingat sampai waktu-waktu setelah kamu membaca tulisan ini ya.
Saat kita bahas tentang body shaming, yang ada di bayangan kita mungkin bagaimana seseorang di-bully, dicela, direndahkan ­karena penampilan, like we all ever saw on TV. Tapi, faktanya adalah, body shaming ini gak hanya bisa terjadi lewat celaan yang merendahkan seseorang. Since we live in Indonesia, pasti yang namanya acara ngumpul, reuni atau acara-acara pesta lainnya, yang menuntut kita bertemu dengan orang baru atau orang lama yang baru ketemu lagi membuat kita jadi lebih sering dan mudah dalam berbasa-basi. Yang namanya basa-basi alias membuka percakapan dengan orang alias mengakrabkan diri sebenarnya gak pernah salah. Tapi pernahkah kamu mendengar pertanyaan atau pernyataan seperti saat udah lama nggak ketemu orang, dan begitu ketemu justru pertanyaan-pertanyaan kayak gini yang kamu dengar atau kamu sendiri yang megucapkannya,

“Wah kamu kurusan deh! Udah bagus gini aja!” yang diucapkan dengan ketidaktahuan bahwa si lawan bicara mengidap anoreksia? bulimia? stres?
“Kamu sih makan terus, sekarang jadinya gemuk kan”
“kamu kerjaanya apa sih? Kok item banget sekarang?”
“Kamu perawatan kulit gitu loh, biar gak dekil, biar ada yang naksir”
“Muka kamu sekarang jerawatannya gitu ya? Cantikkan yang dulu.” yang diucapkan dengan ketidaktahuan bahwa si lawan bicara ternyata sudah mencoba berbagai cara untuk melenyapkan jerawat-jerawat itu.
Dll.

Pertanyaan atau pernyataan seperti tadi gampang banget buat ditemukan di dalam masyarakat kita. Bahkan, sangking seringnya, basa-basi kayak gini udah dianggap biasa sama sebagian besar masyarakat kita. Guys and Girls out there, I'm not being sensitive. But I think, it's the right thing to do. Kalau menurut aku, ini jadi salah satu kebiasaan masyarakat yang seharusnya ditinggalkan, dan diganti dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih menggugah sisi simpati dan empati kita. Misal seperti,

“Gimana di sana? Kamu betah kan?”
“Yang penting kamu seneng kan?”
“Kamu sehat kan?”
Atau sesederhana “Gimana kabarmu?”

Pertanyaan-pertanyaan kayak gini menurutku lebih menunjukkan bagaimana kamu sebenarnya ingin terlibat dalam percakapan yang lebih dalam dan benar-benar ingin menanyakan kabar sama teman yang udah lama gak ketemu. Kita gak mau kan berusaha akrab dengan basa-basi seperti “kamu kurusan deh, udah kayak gini aja, lebih cantik” ke teman kita yang ternyata penyebab kurusnya adalah stres atau anoreksia/bulimia? 

Sebenarnya body shaming ini gak hanya terjadi di antara orang-orang yang udah lama gak ketemu kemudian bertemu pada suatu kesempatan. Tetapi juga sering terjadi di antara hubungan pertemanan yang deket, they called it "sahabat" as the form of friendship in the higher level rather than "just friend". Sayangnya, banyak orang yang akhirnya mengiyakan aja, 
"yaudahlah, dia kan temen gue",
"dia yang paling kenal gue, gapapa lah",
"gue udah biasa banget". 

Guys, pernah gak denger ungkapan "sesuatu hal yang  dilakukan berulang kali walau itu salah, lama-lama akan diterima". Never meant to preach you all guys, but, let me ask, "mungkinkah ini bagian dari 'kita yang mulai terbiasa?'." 

Teman-teman, body shaming ini kaitannya dengan citra tubuh seseorang. Apa itu citra tubuh? Citra tubuh ini adalah bagaimana seseorang memiliki tanggapan terhadap dirinya sendiri. Hal-hal yang berkaitan dengan citra tubuh ini berkaitan juga dengan, gimana kamu melihat dirimu, seberapa nyaman kamu dengan dirimu sampai ke seberapa percaya diri kamu terhadap dirimu. Selain memang berkaitan dengan bagaimana seseorang memperlakukan dirinya, citra tubuh juga dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Try to imagine, how does it feel to be bullied for 8 years, listening to the same freaking thing about you being fat? Kalau aku dihadapkan dengan situasi seperti itu, pilihannya mungkin ada tiga, satu aku akan terbiasa hingga aku jadi orang yang gak peduli dengan badanku dan gak sayang dengan badanku, dua aku akan jadi orang yang rendah diri dengan badan yang aku punya, tiga aku mungkin akan jadi orang yang terobsesi punya badan kurus hanya untuk membuktikan aku bisa kurus dengan cara apapun. Iya, apapun

Aku paham sih, setiap orang pasti punya standar cantiknya masing-masing. Aku percaya itu. Sayangnya, hal ini jadi bias karena media yang bikin standar cantik kita harus seragam seperti harus yang berambut panjang, tinggi semampai, langsing atau kulit putih mulus tanpa cela. dengan standar kecantikan yang sudah diatur sedemikian rupa, akhirnya kita berlomba-lomba menjadikannya sebagai parameter cantik untuk menilai sudah secantik apa diri kita atau sudah secantik apa orang lain. This might be where all the body shaming stuff started. Body standard yang terus dibentuk media yang berusaha dicapai beramai-ramai oleh para manusia yang terpapar sama setiap informasi yang mereka terima.

Tapi, jujur, aku juga mulai bersyukur, karena sedikit-sedikit produk-produk beauty dan skincare mulai punya campaign untuk menunjukkan sisi kecantikan yang beragam sih. Baik yang produk rambut, produk kulit, bahkan produk makeup sekalipun.

Nah, balik lagi ke kebiasaan kita dalam berbasa-basi yang ternyata juga termasuk ke dalam perilaku body shaming, baik itu dari nanya kabar yang justru berakhir mengomentari bentuk fisik lawan bicara kita, atau menjadikan bentuk tubuh lawan biacara kita sebagai bahan bercandaan hanya karena dia sahabat kita dan dekat banget sama kita sehingga kita percaya dia tidak akan sakit hati atau melakukan hal-hal negatif karena candaan kita yang ternyata celaan. Dunia ini luas, ada 7 milyar lebih orang di dalamnya, ratusan spesies, dan kamu punya jutaan topik lainnya untuk dibicarakan dengan lawan bicaramu selain dengan bentuk tubuhnya.

Dan teruntuk kamu yang menerima body shaming atau fat shaming atau segala macam bentuk shaming hari ini, aku percaya, orang-orang yang mengatakan hal-hal ini bakal selalu ada, they won’t be gone in a minute, and their words were craved for hundred years maybe. Tapi, kita selalu bisa memilih untuk kasih pertahanan terbaik yang kita bisa. Kita bisa kasih reaksi langsung saat mereka melakukan body shaming ke kita, kasih penjelasan panjang lebar kayak tulisan ini, atau, senyumin aja.

Tapi, sebelum kamu milih, aku juga percaya, bahwa energi positif itu juga datang dari dalam tubuh dan jiwa kita. Perihal penerimaan diri kita terhadap apapun yang Allah kasih pada tubuh kita juga harus sudah selesai di bab ini nih. Kenapa? Karena dengan begini, dengan cara apapun kamu merespon body shaming, kamu bisa menghadapinya dengan cara yang lebih tenang dan positif. Satu hal lagi yang perlu kamu ingat, God has made you beautiful with everything you have now, embrace it. Jangan biarin kata orang atau media bikin kamu mengingkari nikmat yang udah Allah kasih. caranya dengan bersyukur dan merawat dengan baik apa yang sudah diberi.

Love yourself, by taking care every single thing in your body.
Now, have you love yourself today?


with love,