Thursday, October 25, 2012

Day 2: in Jakarta

This is my second day here, for applying my application to a bank(but failed). But that's not what I'm going to talk about since, yeah I was like losing my interest to talk about it.

Well, I've been living in Yogyakarta for the last 3 years, I actually live in Gunungkidul instead of the heart of Yogyakarta itself. But the condition that has attached me till this time, you know like the silence, the sereneness, smiles and any other country-side stuff. I just love it to live in Gunungkidul.

And this 2 days for being in Jakarta has been making my migraine back in every evening. Damn. I have no idea how these people(The Jakartans) can deal with all of the stuff. You know like traffic, undisciplined public transportation, punks, smelly road, cause of the contamination in the river or sanitation. Gee! God please help these people, I said in my heart.

Today I just gotta go to Slipi to take test, and go back from there to my house in Ciledug at 1.00 pm which is the time when people just got back from their lunch time to get back to work and there I am, in the Transjakarta stops, taking my heavy bag with me, and I just gotta deal standing all the way to Blok M cause I don't even have a seat, and the guys over there, were just sitting there and looking at me instead of letting me sit on his seat. But that's ok, that's the meaning of emancipation I guess. And what touched my heart and got me wondering is that when a mother and her daughter get in the Transjakarta, they just had to stand up because no one let them to sit. And the conductor said to the other woman passengers, "Is there anybody going to let this mother and her children sit?" and he replied it for 3 times. I see 2 passengers were about change their gesture in 15th second, they just tried to get up, but they stop it and sit all the way when the conductor asked a single woman which is as young as I am, to stand up and let them sit on her seat. And I was like wondering all the way back home. So woman, you want every man to understand you but you can't even understand the other woman? Seriously?! This.......is way too ironic tho.

And the traffic jam, I don't know what to write about it, It's just way too explainable.

And those punks that I met in the Metro Mini (Public transportation), he's drunk and he sing some of random songs and asked I meant, FORCED every people in the bus to give him money. GEE! I SHOULD'VE CALLED THE POLICE!

And these 2 days experience has left a thought in my mind,
I WISH I WON'T HAVE ANY HOUSE
OR PLACE TO LIVE IN OR ALIKE JAKARTA
I thought of Malang or Magelang would be a nice place to live XD


This is my 2nd day, and I miss him already, I think I'm getting attached to him day by day. LOL
Happy Eidl Adha Mubarak :)

Tuesday, October 23, 2012

When I grow up

Things that I realize when I grow up are:

That when I grow up
It's not about choosing a thing that I like the most anymore

That when I grow up
Sometimes I just got to choose a way I knew I never expected

That when I grow up
Everything is never as it seems


Saturday, October 20, 2012

Are you ready to Read?

Waktu saya sedang online di salah satu jejaring sosial, tidak sengaja melihat tweetnya Mas Pandji yang berbunyi,

Dan tweetnya Mas Pandji  yang itu berhasil membawa saya ke waktu saat saya masih duduk di bangku kelas 8 SMP. Saat itu, saya duduk dengan salah satu teman perempuan saya, Amira.  Seorang anak perempuan keturunan Arab yang tergila-gila dengan buku. Awalnya, dia memang suka membawa novel-novel yang sedang ia baca di rumah, ke sekolah. Untuk mengisi waktu senggang, katanya. Pada awalnya, saya selalu berpikir, Apa yang orang lakukan dengan buku di tangannya dan menatapnya sampai berjam-jam? Bukankah Ada komputer yang lebih seru dengan berbagai fasilitasnya,dll. Namun, saya selalu menangkap gerak gerik Amira saat ia sedang membaca buku, entah tiba-tiba mengikik sendiri atau memukul meja sendiri atau bahkan menangis saat dia membaca novel-novel itu. Dan lagi, saat ia sedang mengobroldengan teman-temannya, dia seringkali menyangkut pautkan apa yang ada di novel dengan apa yang ada di kehidupan nyata.

B :Iya lagian blablablablablablabla
A: Haha... kayak.........
B: Hah? Itu siapa Mir?
A: Hehehe di novel blablabla

Nah, mulai saat itu, saya penasaran dengan buku-buku bacaan Amira. Maksud saya, sehebat itu kah dampak novel? Samai membuat kita lupa akan pemisahan antara dunia nyata dan dunia imajinasi di dalam novel. Saya mulai ikut membaca novel yang Amira bawa ke sekolah, walau hanya bab satu atau bahkan dua bab atau parahnya hanya membaca sinopsisnya saja. Tapi, tidak bisa saya pungkiri, bahwa dari situlah saya mendapat bibit-bibit "suka membaca". Seiring dengan berjalannya waktu, saya jadi makin menyukai "kegiatan membaca" ini, sensasi-sensasi yang saya dapat saat ada sesuatu yang terjadi dengan salah satu karakter sukses selalu membuat  saya merasa ketagihan untuk terus membaca, berpetualang dari suatu cerita ke cerita lain. 

Saya memang belum membaca banyak buku. Hanya beberapa dengan genre tertentu. Pengetahuan saya tentang buku yang bagus dan buku yang standar juga sangat minim. Saya hanyalah orang awam di dunia kesusastraan, baik dalam penulisan maupun pengapresiasian. Namun, hal itu tidak sedikit pun pernah mengecilkan semangat saya untuk terus membaca. 

Belakangan saya berpikir, membaca memang penting untuk setiap orang, terutama anak-anak. Saya cukup perihatin dengan kondisi anak Indonesia yang kurang menyukai membaca. Hal ini ikut dipengaruhi dengan pemberian cap terhadap kata "membaca" yang selalu dikaitkan dengan kata "membosankan". Hal inilah yang membuat orang-orang semakin malas membaca. Maka jadilah gelar yang didapat bangsa Indonesia, yakni, "bangsa yang tidak membudayakan membaca secara efektif" semakin kental dan lekat dalam diri kita.

Di sini, orang tua bertanggung jawab penuh kepada anak untuk meberikan pendidikan dan membangkitkan minat membaca saat anak-anak masih berada di tahap di mana ia masih mendapatkan sosialisasi primer secara intensif. Sehingga, saat anak harus terjun ke bangku sekolah, si anak tidak akan merasa kehilangan motivasi untuk belajar saat ia menemukan dirinya tidak bisa atau malas membaca. Saya jadi ingat beberapa keluhan teman-teman saya saat mereka harus dihadapkan dengan beberapa buku yang harus dibaca, "Yaampun tebel banget sih ini" atau "Aduuh terserah deh, males banget baca" adalah beberapa penginapan gratis bagi semua orang. Atau beberapa juga ditemukan opini "Berapa lembar nih.... Wah ini buku tertebel sepanjang sejarah gue baca buku"; Padahal bukunya cuma setebel buku Ciamik Matematika. Kejadian tadi juga merupakan salah satu bukti bahwa minat baca di Indonesia itu memang mutlak minim.

Nah, sekali lagi, peran orang tua baik di rumah maupun di sekolah itu juga harus sinkron dalam mendidik si anak, dan jangan lupa, buat anak-anak berpikir bahwa "membaca itu tidak ada hubungannya dengan segala hal yang membosankan."

Oh iya, hampir lupa,  membaca itu efeknya juga bisa lebih dalam ketimbang kita hanya menonton. Karena, dalam membaca, setiap orang dibiarkan untuk membangun sendiri dunia imajnasinya dengan plot yang telah ditentukann oleh si penulis. Nah, poin inilah yang merangsang otak kanan anak untuk lebih kreatif dan imajinatif. Bahkan slah satu guruku bilang, dia nggak akan pernah mau yang namanya nonton film Ayat-Ayat Cinta yang sampai membuat Presiden nangis nontonnya. Alasannya, sesederhana ini: "Saya takut....imajinasi saya tentang novel ini aka buyar ketika saya nonton filmnya." 

So, Are you ready to Read?

Friday, October 19, 2012

The Devil Side


Yeah
 At some nights
I want you all to feel

The feeling of hurts
The feeling of pain
The feeling of being invisible
The feeling of being ignored
The feeling of not being listened

Because you know what?
It's hurt

And I'm sick of screaming and shouting
to all of the people I met about what I wanted to be

And I'm tired of writing thousands of sentence on every corner of my room
that I thought it would help me much on increasing my spirit
to reach my dream

But now,
WHOSE DREAM I'M CHASING FOR?


Thursday, October 18, 2012

Sebuah Potret Pendidikan

Tahun ini adalah tahun terakhir saya di jenjang Menengah ke atas. Orang-orang di sekliling saya pun mengatakan bahwa tahun terakhir itu tidak boleh banyak menyia-nyiakan waktu yang ada. Ya, untuk menyiapkan diri menghadapi Ujian Nasional katanya. 

Tidak bisa dipungkiri, Ujian Nasional memang masih menjadi momok yang menyeramkan di kalangan pelajar dan dunia pendidikan di Indonesia. Ujian Nasional bagai pertaruhan hidup mati seorang pelajar utnuk setiap mata pelajaran yang pernah dipelajarinya selama 3 tahun di jenjang SMP maupun SMA. 

Kali ini saya akan berbagi tentang 4 bulan pertama saya sebagai kakak kelas 12 di sekolah saya. Pada awalnya memang saya sangat bersemangat untuk mengejar segala ketinggalan saya di kelas 10 dan kelas 11 yang lalu. Maklum, saya pada masa kelas 10 dan 12 saya salah satu anak yang banyak mendapat dispensasi, bahkan hingga 2bulan berturut-turut. Untuk kelas 12 saya tidak ingin main-main. Namun sayang, kenyataan berkata lain.

Pada awal bulan, yakni bulan pertama sampai kedua, saya masih harus disibukkan dengan dispensasi yang saya dapat untuk mengurus organisasi yang ada di sekolah, mengisi acara untuk dinas pendidikan kabupaten, bahkan mentutori kelompok debat hingga harus memotong jam kbm(untuk yang terakhir, berkat negosiasi, akhirnya saya hanya mentutori setelah jam kbm).

Pada bulan ketiga sampai keempat, sekolah saya mulai menggalakkan kegiatan Pendalaman Materi 2 jam selama 4 hari berturut-turut, setiap setelah jam kbm. Kegiatan ini sangat efektif menurut saya pada awalnya, sekaligus saranapenyegaran untuk otak tentang materi-materi lama. Namun, masalah datang saat kami harus menyiapkan senam untuk ujian praktek. Seminggu 3 kali kami latihan untuk membuat gerakan baru dan menghafal serta membuat musik senan, tentu jangan lupa untuk membuat formasi senamnya. 

Yang awalnya terasa menyenangkan, efektif dan kondusif. Akhir-akhir ini menjadi tidak demikian. Pertama saya rasakan apa yang terjadi dalam diri saya. Sampai di rumah setiap pukul 19.00 WIB dengan keadaan tenaga yang sudah terkuras habis membuat saya dengan keinginan yang masih memiliki keinginan besar untuk belajar, menjadi tidak bisa belajar karena otak seakan tidak bisa menerima segala informasi yang saya baca. Saya sudah mencoba beberapa metode untuk mengatasinya, seperti tidak langsung belajar, melainkan bersantai sejenak selama 30 menit hingga 1 jam baru belajar dan tidur dan dilanjutkan belajar pada pukul 03.00/04.00 WIB, atau saya langsung tidur dan bangun pada dini hari dan belajar hingga pukul 04.00 WIB. Tetapi belakangan kegiatan itu tidak dapat saya lakukan, Saya terlalu lelah untuk belajar pada malam hari dan menjadi terlalu sulit untuk bangun dari tempat tidur saat pagi. Tidak seperti biasanya.

Saat saya tidak belajar saya menggunakan waktu yang terbuang itu dengan online dan chatting dengan beberapa orang dari beberapa negara dan menanyakan bagaimana mereka mendapatkan pendidikan di negara mereka. Ada Carina, teman saya yang pindah ke Belanda, hanya mendapatkan 4 atau 6 mata pelajaran yang ia pilih. Ada Humza dari Australia, yang mendapat 6 mata pelajaran yang terkait dengan Fisika. Ada Wan Luqman orang Malaysia yang tinggal di Qatar mempelajari TIK. Serta Tom dari Fairfield USA yang hanya mendapatkan 6 mata pelajaran tentang Psikis. Saat ditanya tentang libus, Tom dan Humza sedikit bingung dengan saya, saat saya mengatakan "Saya libur selama 2 minggu untuk setiap kenaikan semester" atau "Saya masuk sekolah jam 7.00 hingga jam 16.00". Terakhir saya browsing tentang sistem pendidikan di Indonesia, faktanya memang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jam kbm yang tinggi diantara negara lainnya selama 7 hari.

Saya jadi berpikir, sistem yang seperti ini sebenarnya juga tidak bisa dikatakan sistem yang benar. Pelajar terforsir untuk belajar dengan kbm yang lama selain itu dengan kurang lebih 18 mata pelajaran yang harus dipelajari setiap pelajar, membuat pelajar itu sendiri menjadi tidak terfokus langsung ke bakat yang ia miliki. Memang di Indonesia khususnya jenjang SMA sudah ada pejurusan, apakah seoarang pelajar akan memilih IPS atau IPA atau Bahasa untuk program yang akan ditempuh, namun, penjurusan sesuai bidang itu justru menjadi kasta-kasta tersendiri antar jurusan, di dalam program tersebut juga pelajar masih harus mempelajari  pelajaran yang bahkan tidak ia minati. Hal ini membuat pelajar memiliki motivasi yang rendah dalam pelajaran tersebut, seperti target pencapaian yang rendah, misal, hanya untuk melampaui KKM, bukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik di kelasnya atau area yang lebih luas. Hal tersebut diperparah dengan orientasi setiap orang terhadap "nilai" yang masih menganggap itu sebagai sebuah "prestige" dan bukanlah hasil dari sebuah "proses" sehingga tidak heran jika ditemukan kasus "menyontek" di kalangan pelajar dan dunia pendidikan di Indonesia.

Memang, berada di sebuah sistem dan memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan mayoritas orang di sistem itu sendiri, bukanlah perkara mudah. Kita tidak bisa lantas memaksakan mereka tetang pandangan kita yang dirasa lebih baik. Perlu adanya pendekatan-pendekatan dan agar setiap orang mengerti tentang apa yang sebenarnya kita maksud. 


Pertanyaannya adalah:
Berani atau tidakkah kita 
untuk bergerak melawan arus?

Sunday, October 14, 2012

October 14, 2012

So...
I got these
The feeling of hurts
The feeling of pains
The feeling loneliness
Emptiness

Hey...
You came around
Bring the sun and the rainbow
The flowers and the bee
The smiles and the laughter

Suddenly...
Everything's changed
You color everything
You paint every corner of my black and white world

One day...
I asked, "what's this?" as I pointed to a kind of liquid
He didn't  answer but smiled.
"Why did you sing all of those love songs?"
He didn't  answer but smiled.

And...
I'm looking for the answer
"what is love?"

And...
 I'm wondering why you came
Why you filled every empty corner of my heart
Why you sang about the beauty of love
why you wont tell me
why you wont explain to me
why you wont teach me how to love

And...
You got up from where you settle down
you took all the stuffs you brought with you

Yeah...
I was standing there in silence
With tons of question,
"Why won't you explain what love is?"
"Why won't you teach me how to love?"



Hei CANTIK!


Setiap ada cowok yang dapet pertanyaan,
“Lo mau punya pacar yang cantik nggak?”
Jawabannya bisa berupa,
“Iyalah! Iya banget malah!”
Atau mungkin malah ada yang
“Cantik tuh relatif kali”
Atau malah…………..
“Hmmm, gue lebih suka cowok macho” rrrrrr #salahfokus

Cantik.
Satu kata yang ngegambarin cewek dalam versi “hampr” sempurna. Kalo lo yang baca ini adalah seorang cewek, keinginan menjadi seorang pribadi yang cantik, pasti pernah lah ya terbesit di pikiran lo semuanya. Bahkan sampe ke cewek-cewek yang nggak terlihat feminin sekalipun, keinginan untuk menjadi cantik itu  tetap ada, cuma, ya frekuensinya nggak sesering cewek-cewek yang lainnya.
Karena “cantik” sendiri masih sangat luas maknanya, orang jadi ngasih kategori-kategori tersendiri untuk orang-orang yang bisa masuk ke dalam klasifikasi orang cantik. Ada yang bilang cantik itu dilihat dari hatinya, ada juga yang lebih condong ke kepandaiannya, terus keimanannya, dan yang paling dangkal penafsirannya adalah cantik yang dilihat dari physically-nya aja.
Seperti yang terjadi sama banyak remaja cewek di lingkungan gue(sekolah, dll). Mereka nggak secara verbal bilang “Iya aku cantik” tapi mereka bilang “Tuhkan aku jelek” atau “Aku jelek, soalnya aku *nyebutin kekurangan-kekurangan mereka satu-satu*”. Gue sebagai perempuan merasa tergengges terganggu sama pernyataan-pernyataan ini jujur aja. Alasan mereka untuk bilang diri mereka itu jelek, menurut gue sangatlah amat tidak masuk akal.
Emang sih, ini berhubungan erat sama yang namanya mind-set seseorang, tapi mau sampe kapan mereka hidup dengan mind-set yang bahkan malah nyiksa (batin) mereka dan sulit membuat untuk merasa bersyukur?
Sebagai contoh ya, ada seorang anak yang bernama X, setiap hari dia melihat dirinya di cermin dan merasa tidak senang dengan kulitnya yang gelap. Dia ingin sekali memiliki kulit yang putih dan berpori-pori kecil seperti artis-artis yang selalu muncul untuk beberapa detik di banyak commercial-break. Dia mengeluh, dia tidak bersyukur, ia ingin bisa merubah warna kulitnya. Akhirnya dia membuang uangnya hingga ratusan ribu untuk membeli produk perawatan wajah, ke salon untuk perawatan, sampai melakukan bleaching macam baju cucian, untuk mendapatkan kulit yang putih itu. Setelah kulitnya berubah menjadi lebih putih bersinar, ia berharap setiap orang akan memuji kecantikannya, setiap lelaki akan tertarik kepadanya.
Dari contoh di atas, sempet nggak terbesit di pikiran kalian kalo si cewek ini juga sebenernya adalah korban? Gue dengan mantap bisa bilang dia adalah korban. Korban dari iklan-iklan yang dia tonton setiap hari, yang tanpa dia sadarai udah ngebangun semacam dunia yang penuh sama kesempurnaan di alam bawah sadarnya, sehingga dia jadi termotivasi untuk mendapatkan semuanya dengan “sempurna”, bahkan walau itu harus ngubah dirinya sendiri. Terus dari pola pikirnya si X yang secara tersirat bilang kalo “kulit putih itu lebih baik daripada yang berkulit gelap”, gue inget waktu guru geografi gue, yang juga wali kelas gue, yang juga gue anggep sebagai mama gue di sekolah, beliau pernah kasih intermezzo sedikit tentang warna kulit itu tadi. “Kalian nggak sadar aja, sebenernya adanya persepsi yang timbul di antara orang-orang kita yang bilang ‘kulit putih itu lebih baik dari pada kulit yg gelap atau hitam’ itu ada pengaruhnya sama masa penjajahan pada waktu itu. Terjadi pengkastaan, di situ penjajah yang berkulit putih, menempati strata tertinggi, sedangkan pribumi yang berkulit lebih gelap menempati strata paling rendah. Nah, ini loh yang harus dihillangkan, jejak jejak feodalisme yang kayak gini ini yang seharusnya udah kita hapus dari pikiran kita.” Dan pada waktu itu juga, gue langsung berpikir, “hmmm, masuk akal juga sih”.
Selain dampak yang udah gue sebutin sebelumnya, dampak lain yang ditimbulkan adalah pembentukan pribadi yang konsumtif. Udah kebayangkan berapa banyak uang yang dikeluarin si X untuk ngebeli produk-produk kecantikan itu, nah hal itu tuh yang bikin orang jadi konsumtif tanpa mereka sadari. Tapi, hal semacam itu nggak bakal kejadian kalo kitanya juga mandang secara luas tentang apa yang dimaksud dengan “kecantikan” itu. Kalo kecantikan diartikan secara lebih dalam tentu cewek-ceweknya juga bakal lebih cantik yang nggak hanya luar tapi juga dalamnya.
Mungkin, untuk beberapa orang akan menganggap, untuk di jaman sekarang ini, peracaya akan inner beauty itu adalah sebuah bentuk kenaifan. Kalo dianalogi-in ya, kecantikan yang datangnya hanya dari luarnya aja itu kayak air dengan plastik, bahkan dia cuma ada permukaannya, nggak mampu meresap ke dalam. Begitu juga cewek yang cantik fisiknya aja, tebalnya riasan baik di wajah atau rambut atau mewahnya pakaian yang mereka pakai, nggak akan bisa menembus hati mereka, cantik yang membosankan. Beda dengan orang yang punya inner beauty, mereka ibarat air dengan kain. Air tadi selalu bisa meresap/merembas ke permukaan kain. Begitu juga cewek-cewek ini, mereka justru punya pancaran kecantikan datang dari dalam diri mereka. Entah itu datang saat mereka berbicara, saat mereka tertawa, saat mereka mendengarkan, saat mereka menyelesaikan masalah, bahkan sampai mereka tidur dengan mulut terbuka, orang-orang itu tetap orang-orang cantik.
Tapi, gue pribadi, masih bahkan sangat percaya akan inner beauty itu tadi. Menurut gue, orang-orang yang cantik itu adalah orang-orang yang punya intelligence, kemampuan untuk berbaur dengan orang banyak, professional, punya prinsip, loyal, hubungannya dengan Tuhan juga deket banget, terus dia bisa menguasai emosinya. Dan nggak lupa, orang yang cantik itu menurut gue adalah orang yang bersyukur atas apa yang dia miliki, gimana keadaannya, dan bahkan tetep bisa nonjolon kelebihannya dengan segala kekurangan yang dia miliki.
Kalo lo gendut, item, pendek terus kenapa? Terus lo mau berhenti makan? Diet mati-matian biar lo kurus? Berenang terus-terusan biar lo tinggi? Rajin absen ke salon-salon kecantikan biar putih? *hmmm, sebenernya nggak gini-gini amat sih*
BUT COME ON GIRLS!
LIFE’S TOO SHORT TO THROUGH IT IN FRONT OF THE MIRROR
JUST GO OUT AND DANCE
CAUSE YOURE JUST EFFORTLESSLY BEAUTIFUL!

Well, gue harap, semua cewek yang baca ini, yang mungkin di antara mereka pernah ber-mind-set kayak si X, bisa lebih sadar akan kecantikan dalam dirinya yang mungkin sering terlupakan akibat ketutupan make up J
Satu hal girls, Kalian udah diciptakan sebagai seorang manusia yang cantik. Kalian cantik.