#nowplaying James Morrison-You Make It Real
Sets: My room. January 2, 2013. 03:15pm GMT+7
Beberapa kali lampu LED blackberryku menyala
Warna pink untuk notifikasi dari Twitter
merah dari Facebook
dan biruah broadcast message lagi!
Beberapa kali lampu LED blackberryku menyala
Warna pink untuk notifikasi dari Twitter
merah dari Facebook
dan biruah broadcast message lagi!
Sore
ini, aku mengambil resiko(lagi). Aku berspekulasi dengan caraku sendiri. Hanya
sesederhana meminum 1 mug coffeemix
buatanku sendiri. Katakanlah sudah kurang lebih sebulan aku berhenti meminum
minuman keparat ini. Semenjak penyakit maagku kian memburuk, entah telah sejauh
mana ia menggerogoti lambungku. Karena, hari demi hari harus kulewati dengan
kambuhnya penyakit ini. Promag atau Mylanta sudah seperti camilan sebelum
makan untukku, 2 tablet sebelum makan. Sial.
Tapi
sore yang dingin ini, aku baru saja meneguk 1 mug berisi coffeemix panas. Aku sadar betul tentang apa yang aku lakukan,
seperti bunuh diri memang, dan……..ah persetan dengan kesehatan, aku ingin
ketenangan, yang dulu dengan mudah aku dapatkan, hanya dengan beberapa tegukan.
Dan yang
sekarang aku rasakan, aku merasa jauh dari pijakan. Aku bisa melihat semua hal
yang telah aku lakukan atau imajinasi-imajinasi yang selama ini terus berputar
di otakku, lebih detail dan lebih menyeluruh. Apa sih ungkapan yang biasa orang
sebut untuk orang yang merasa seperti ini? “Sakaw”?
Ah, kurasa tidak. Tapi, yang jelas, kepalaku terasa lebih ringan dan jariku
seperti tidak terkontrol. Dengan cepatnya ia menari di atas keyboard, seperti
tak lagi berpikir apa yang harus ia tulis setelah menyelesaikan satu kata. Aku
bertanya-tanya, dari mana inspirasi datang? Bagaimana bisa? Dahsyatnya.
Oh Tuhan, banyak sekali potongan
peristiwa yang aku lihat! Salah satunya adalah tentang kau. Iya kau. Kau pikir siapa
lagi selain kau? Hei kau! Tahukah kau apa yang aku pikirkan tentang kau?
Terakhir aku pikir, kau itu sama halnya dengan kopi! Setiap inchi tentang kau
tidak ada bedanya dengan setiap tegukan kopi yang aku minum.
Sementara itu, aku berteriak
kepada otakku,“ARGH! Apa lagi ini?! Bisa kah kalian tenang sedikit. Jangan
bodoh! Aku tidak bisa menuliskan kalimat sebanyak itu dalam satu waktu. Satu
satu mengerti?!”
Aku menyukaimu seperti aku
menyukai aroma kopi yang masih hangat. Menenangkan. Menghirup aromanya
merupakan terapi tersendiri untukku. Begitu pun saat aku mencium aroma pakaian,
jas, jaket atau apalah yang kau pakai saat itu. Sama menenangkannya seperti
saat aku menghirup aroma kopi. Karena aku tahu, pasti kau ada di sekitarku.
Setiap momen saat meneguk kopi
adalah momen yang harus dinikmati. Begitu pula saat aku meneguk tegukan
pertamaku. Saat itu aku merasakan zat cair itu memasuki mulut untuk beberapa
detik menggoda lidah dengan rasanya yang tak dapat dideskripsikan sebelum
akhirnya cairan hangat itu memasuki kerongkongan, menghangatkan leher sampai
dada dan ulu hati, sebelum akhirnya masuk ke lambung dan hilang sudah
kenikmatan yang beberapa detik lalu aku rasa. Saat itu, aku menginginkan
tegukan lainnya.
Tegukan kedua, ketiga, keempat…
Ah sungguh nikmat. Hei! Aku tiba-tiba ingat bagaimana beberapa orang pernah
mencibir rasa kopi. Pahit, tidak enak, dan lain sebagainya. Memang setiap orang
memiliki opininya sendiri, tetapi sejauh ini, aku tetap menyukainya. Sejauh
ini, rasa pahitnya kopi masih dicintai lidahku. Aku tidak berusaha mengubahnya,
membiarkannya tidak begitu manis, tapi setidaknya itulah kopi yang sebenarnya.
Aku memang membiarkan rasa aslinya mempengaruhi kerja otakku. Sama seperti kau,
aku menginginkanmu berlakus seperti bagaimana kamu yang sebenarnya, tanpa ada
pencitraan, atau kamuflase-kamuflase yang pada akhirnya menjadikan citramu
buruk.
Aku tak tahu sejak kapan aku
mulai meminum kopi. Yang pasti, sejak saat itu aku tahu, tegukan pertamaku
telah membuatku jatuh cinta. Bukankah sama seperti kau yang membuatku akhirnya
memberanikan diri untuk jatuh? Sejak mengetahui siapa kau, bagaimana kau, ya,
saat itulah perasaan itu muncul dan mulai tumbuh. Dan saat itu juga aku sadar,
kalian adalah dua hal yang sama! Kalian sama-sama memiliki bahan adiktif yang
tidak pernah bisa benar-benar aku tolak. Dan itulah yang membuat aku akhirnya
gila.
Ya, aku gila. Aku pikir aku akan
terus merasa tenang saat aku meminum kopi. Untuk itu, saat aku merasa tertekan
atau dunia tak lagi menampakkan keramahannya kepadaku, aku akan membuat secangkir
kopi. Berharap akan “ketenangan” dan “kejernihan berpikir’ akan ia beri. Tak
sadar, lambung yang dulu aku abaikan, ternyata tak lagi mampu menanggung perbuatanku
yang egois dan tamak terhadap diriku sendiri. Ia tak lagi mampu mengolah zat
yang menurutku membawa ketenangan itu. Medis biasa bilang itu adalah penyakit
maag. Kian lama kian memburukk. Dan Saat itu, aku hanya bisa berseru, “Kau
bodoh!” kepada diriku sendiri.
Sadarkah kau itu sama sepertimu?
Dulu kau yang biasa aku jadikan tempat ke mana aku berlari saat dunia ini
berubah menjadi penjara, dan orang-orang berlaku seperti sipir-sipir, ternyata
salah. Kau juga mampu melukai, menyakiti, dan menghempaskan aku ke jurang tak
berdasar. Lagi, aku berseru pada diriku sendiri, “Kau bodoh!”
“Berhenti minum kopi.” “Jangan
kopi lagi.” “Harus stop kopi ya” atau
kalimat-kalimat lainnya yang intinya menyatakan aku-harus-berhenti-minum-kopi.
Tahukah kau apa yang baru saja aku pikirkan?
Lambungku dengan kopi yang
senantiasa melukainya, kapanpun aku meneguknya. Namun, hal itu tidak terjadi
terhadap beberapa orang yang juga meminum kopi. Lambung mereka bahkan baik-baik
saja. Entah bagaimana, beberapa lambung seperti memang diciptakanNya tidak
untuk mengonsumsi kopi. Dan aku jadi berpikir, apakah mungkin antara kau dan
aku sama seperti lambungku dan kopi?
Refrensi Gambar
No comments:
Post a Comment