Mungkin kalau saya bisa
sekaligus membacakannya, intonasinya akan terdengar seperti orang yang gemas
karena dibuat “tanpa orientasi”(baca: galau yang diperhalus).
Mungkin, lagu Naik-Naik ke
Puncak Gunung salah satu liriknya juga akan berubah menjadi “Kiri-kanan kulihat
saja, banyak orang pacaran”. Bukan maksud saya iri dengan yang pacaran, bukan
juga karena saya mengutuk status saya yang notabene nya seorang jomblo lapuk,
ehm, single maksud saya. Tapi, untuk usia saya yang 17 tahun ini, yang duduk di
bangku SMA ini, punya kekasih hati itu seperti hal yang sangat biasa
sampai-sampai saat kita sedang berkumpul dengan keluarga besar, dan tiba-tiba
ditanya , “Gimana? Udah punya pacar belum?” dan menjawab “Belum” akan
menimbulkan gestur aalis mata yang dinaikkan sebelah, alias tanggapan, “Ah yang
benar?” Dan kalo udahk kayak gitu, lebih baik anda buru-buru mengalihkan topik ya
:’)
Dan akhir-akhir ini, saya jadi
berpikir, apa sih cinta sebenarnya? Sesuatu yang dicari oleh orang banyak, yang
dideklarasikan banyak orang yang mengaku mereka punya atau telah mendapatkan
cintanya, yang diperebutkan orang-orang bahkan hingga ada yang sampai
pertumpahan darah.
Sering saya lihat di televisi atau
di kehidupan sekitar saya, begitu mudahnya orang-orang di sekitar saya
menyatakan mereka mencintai seseorang yang baru mereka kenal selama kurang dari
sebulan atau kurang. Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa mereka mencintai
seseorang yang baru mereka kenal, yang bahkan belum mereka ketahui luar
dalamnya? Bukankah itu hanya perasaan kagum yang mereka deskripsikan sebagai
cinta?
Dan saya berpikir, mungkin
selama ini saya telah salah mengartikan cinta. Mungkin saya terlalu idealis
dalam mengartikan cinta itu sendiri. Saya terlalu mematok tolak ukur yang tinggi untuk
menyebut suatu hal sebagai cinta. Karena, cinta itu sederhana. Sangat sederhana
dari apa yang saya pernah bayangkan.
Kesederhanaan itu ada di setiap detail terkecil dan proses-proses yang
ada dalam proses mencinta. Saya jadi sadar, kesederhanaan cinta kadang
dipersulit sendiri oleh manusia. Seperti halnya, saat cinta datang tanpa alasan
yang jelas, manusia sering kali mencari-cari alasan untuk menentang kehadirannya,
bersembunyi di balik ribuan pembenaran. Orang bilang, itu cinta saat kita bahkan tak bisa menjelaska kenapa kita bisa
mencintainya.
Sepertinya, saya terlalu banyak
berpikir untuk merasakan cinta. Untuk mencinta, kita tidak perlu berspekulasi
terlalu lama. Karena cinta terkadang adalah tentang keberanian mengambil resiko.
Pertanyaannya juga hanya satu, “Beranikah
anda untuk ‘jatuh’?”
Cinta juga tidak seperti sekolah
yang harus kita pelajari 10 jam sehari untuk tau berbagai materi di dalamnya. Cinta
adalah suatu hal yang kita dapat dan kita mengerti seiring dengan prosesnya.
Kita tidak akan pernah tahu apa itu cinta, saat kita tidak pernah benar-benar
mencoba untuk mencinta.
Saat ada yang bilang “cinta
datang di waktu yang salah dan untuk orang yang salah”. Cinta itu tidak pernah
salah. Karena, cinta itu adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa. Dan Dia tidak
pernah salah. Saat kita mencintai orang yang mencintai orang lain, bukan
berarti cinta datang kepada orang yang salah, Dia hanya menguji kita, seberapa
teguh kita bisa menjaga dan mempertahankan karunia-Nya. Karena terkadang, cinta
bukan tentang “memberi dan menerima”. Terkadang, kita ada pada posisi di mana
kita, hanya bisa memberi tanpa harus menerima. Cinta tak harus memiliki,
katanya. Kuncinya satu, tulus.
Ya, itulah cinta. Perasaan paling
abstrak yang pernah tercipta di dunia. Bahkan ribuan definisi takkan pernah
benar-benar menggambarkan cinta secara keseluruhan.
No comments:
Post a Comment