Entah apa yang harus aku tulis.
Otakku masih terus mencari kata apa yang tepat untuk potongan memori yang terlintas di kepalaku ini.
Sekarang ia memutar memori saat....
Aku dan bocah-bocah gila itu makan di kantin paling Utara di kantin sekolah
kami berbalas lelucon, membahas pelajaran, kadang juga rasan-rasan guru barusan
Nia dan Denali memesan Es Jeruk,
Aku, Anggra, Rifani, Thoriq, Ramdhan, Lingga memesan Kopi Gooday(walau akhirnya aku selalu mengeluh kenapa bu Tukino nggak nyediain Coffeemix)
Yudha, Firohman dan Adha memesan Es Teh.
Nia dengan tertawanya yang mengikik seperti......(yah tau sendirilah apa yang kumaksud) dan Aku tertawa paling keras(seperti baisa), dan selalu disambut dengan kata "ora kenaaaaaal" oleh Anggra-satu kata untuknya, absurd, dan beberapa yang lain.
Tuan-tuan Sarkas(kalau aku bisa bilang) Thoriq dan Firohman, yang saling berbalas lelucon(atau cemooh yang berbau sarkasme, tapi tetap saja bukannya membuat orang marah malah tertawa mendengarnya,entahlah apa cuma aku yang seperti itu)
Lalu ada Adha, Yudha dan Ramdhan yang hmm.... lempeng-lempeng aja sedikit lebih diam(aku bilang sedikit, nggak banyak)
Rifani dan Lingga.....Aku masih berpikir bagai mana bisa mereka terus berbicara dan tak juga lelah, dan masih bingung ingin menaruh poin yang itu di kolom kelebihan atau kekurangan.
Dan Denali....Dia juga lempeng, tapi juga banyak bicara, dia sopan tapi juga sarkas(terutama kalau sama aku), otak-otak politisi(rada bersyukur dia masuk manajemen sekarang), 3 tahun kami sekelas dan.......entah sudah berapa kali dia beristigfar untuk duduk sekelas bahkan sebangku dneganku.
11 orang ini. Aku tidak punya kata yang lain.
Hanya saja, keberadaan mereka memang selalu istimewa, tidak terganti
Aku mungkin menenukan banyak teman-teman sekarang, di sini
Tapi yang seperti mereka? Aku rasa tidak ada.
Mereka yang akhirnya buat aku percaya,
adalah tidak mungkin untuk hidup dan tidak terikat dengan apapun dan siapapun di suatu tempat,
nyatanya, setelah ada perpisahan, mereka yang paling aku rindukan.
Mereka yang mengajarkan aku,
adalah salah untuk menangisi masalah,
mereka mengajarkanku untuk menertawainya.
Saat aku berpikir dunia sudah cukup jahat,
saat tidak ada lagi tempat yang membuatku nyaman,
saat aku pikir semua orang sama egoisnya,
Mereka yang membuatku merasa di rumah.
Aku sering bilang,
mereka yang keluar dari zona nyaman,
sebenarnya pergi untuk mendapatkan zona nyaman yang baru,
Aku tahu, aku sudah menumakannya.
Karena saat aku mendengar "zona nyaman" saat itu pula aku mengingat mereka.
Sahabat, tiba-tiba aku rindu...
No comments:
Post a Comment