Gue yang dari pas brojol dari rahim nyokap sampe kelas 9 SMP menetap di Jakarta. Waktu itu tempat tinggal gue sempet di Kalibata, Jakarta Selatan dan terakhir di Ciledug, Tangerang Selatan perbatasan dengan Jakarta. Sampe gue kelas 9, alhamdulillah udah banyak yang bisa gue pelajari, yang bisa gue ambil, entah dari keseharian ataupun karakternya. Tapi, gue cuma anggap itu sebagai angin lalu, merasa gue akan tinggal di wilayah Jabodetabek selama gue idup.
Tapi, mulai klimaks, ketika bokap minta gue buat pindah ke salah satu kabupaten di DI Yogyakarta, Kabupate Gunungkidul. Tempat di mana bokap gue lahir dan besar. Gue sih emang udah biasa ke sana setiap liburan atau lebaran sama keluarga besar untuk seminggu sampe 2mingguan. Tapi, gue nggak pernah bayangin kalo harus tinggal di tempat itu untuk waktu kurang lebih 3tahun. GEE! Akhirnya gue berusaha buat memberi tepu muslihat sama bokap waktu itu, berhubung waktu pembicaraan gue-bokap itu sebelum UAN SMP, ue bilang, "kalo nilai anin bagus, anin di sini, kalo nilai anin jelek, anin di sana" Dan pada malam itu gue dan bokap menyetujui kesepakatan kami. Singkat cerita, ternyata nem gue nggak terlalu memuaskan, cuma 33,95 dan nilai segitu pada masa gue nggak bisa ngasih jaminan survive untuk masuk di sekolah negeri di Jakarta, akhirnya gue memutuskan untuk menepati janji gue ke bokap. Pindahlah gue ke Gunungkidul.
Bukan tempat yang gue harapkan.
Nggak Betah.
Mau Pindah Lagi.
Siapa yang ngomong pake Bahasa Indonesia di sini?
GUE MAU PULAAAAAAAAAAAAANG!!!
Tuh, ungkapan-ungkapan yang selalu keluar dalam hati waktu 1-6 bulan gue pindah di sini.
Payah banget nggak sih?
Tapi makin ke sini, gue makin nyadar, pindahnya gue ke sini, ke tempat yang jauh dari nyokap, bukan hanya sekedar "kemauan" gue, tapi juga "kebutuhan" gue.
Idup manusia pun nggak jauh-jauh dari perpindahan. Dari sedih ke seneng. Dari Beruntung ke Sial. Dari Temenan ke Pacaran. Dari Nyaman ke Tidak Nyaman. Tapi, dari segala perpindahan yang dilakukan manusia, gue mau cerita tentang perpindahan manusia dari nyaman ke tidak nyaman.
Kalo diliat dari luarnya aja, emang anayk nggak enaknya dibanding enaknya untuk melakukan perpindahan atau kalo di bahasa sosiologinya "mobilitas".
Tapi, bayangin kalo kamu tidak melakukan perpindahan
you'll stuck on that reverse. where's that thing you called as life then?
no ups or downs.
was it still called as life?
Dan gue juga jadi berpikir, ternyata dengan keluar dari zona "nyaman" itu nggak selamanya buruk. Dan zona yang kita lihat "tidak nyaman" bisa jadi tempat yang paling banyak ngasih lo pelajaran. Karena nyaman atau tiidaknya suatu tempat atau kondisi atau seseorang tergantung gimana lo buatnya, gimana lo memperlakukannya, dan melihatnya dari sudut pandang mana. Karena kenyamanan itu buka sesuatu yang bisa lo cari dan dapat, tapi lo buat dan pertahankan.
Dan sekarang, gue tinggal jauh dari keluarga kecil gue, dan tetep bisa nikmatin setiap detik idup yang Allah udah kasih ke gue, sebuah perindahan bisa bikin gue ngeliat suatu hal nggak hanya dari satu sisi aja, tapi dari semua sisi. Perpidahan ini juga ngajarin gue, betapa pentingnya stiap moment yang nggak mungkin bisa gue dapet kalo gue di sini sama keluarga, apa? yap, kebersamaan, dan setiap gue pulang, gue berusaha sebisa mungkin untuk tetep ngabisin waktu sama adek, sama nyokap, yep, mereka alasan kenapa gue pulang.
Not that bad right to move out? So just Move on and Move out!
No comments:
Post a Comment